Dua pasang pasutri yang hadir dalam acara Doa Bersama di Masjid Al Akbar, Surabaya, Jawa Timur, menceritakan perjuangannya yang tidak mudah untuk mendapatkan buah hati.
Mereka mengaku mendapat banyak ejekan hingga mental drop saat berjuang mendapatkan buah hati selama bertahun-tahun.
Eka salah seorang pejuang garis dua, menantikan buah hatinya setelah sembilan tahun menikah.
“Alhamdulillah, setelah melalui banyak ejekan dan serius mengikuti program hamil (promil), saya akhirnya hamil dan melahirkan seorang anak perempuan yang baru berusia dua minggu,” terangnya dalam gelaran “Doa Akbar Pejuang Garis Dua” di Grand Ballroom As Shofa Masjid Al-Akbar Surabaya, Minggu (4/8/2024).
Eka menceritakan, awalnya dia cukup santai walau belum juga dikaruniai anak, karena yakin akan ada waktu yang tepat.
Namun, dia tergugah untuk mengikuti promil setelah melihat sang ibu yang kerap mendapat pertanyaan dari orang sekitar karena belum juga menimang cucu.
“Dari situ saya kasihan dengan ibu. Saya juga sudah mulai tidak nyaman dengan ejakan orang-orang. Akhirnya saya mulai survey untuk mencari promil yang tepat dengan keberhasilan cukup tinggi,” jelasnya.
Kisah serupa juga dialami oleh Septrianti pejuang garis dua yang berasal dari Bandung. Dia mengaku menunggu memiliki buah hati setelah 7,5 tahun pernikahan.
“Pada usia tiga tahun pernikahan, saya sudah mulai coba metode bayi tabung. Saya juga sempat mengandung bayi kembar, tapi ternyata tidak berhasil,” katanya.
Dari situ, Septrianti mengaku mentalnya dan suami sempat drop. Apalagi, untuk melakukan metode bayi tabung, harus melalui beberapa tes terlebih dahulu.
Septrianti mengaku sempat berhenti mengupayakan bayi tabung dan beralih ke cara tradisional.
“Tapi, akhirnya pada tahun keenam, saya kembali mencoba metode bayi tabung dan berhasil memiliki anak perempuan,” ungkapnya.
Sementara itu, Dokter Amang Surya Priyanto Direktur Asha IVF Indonesia mengatakan, teknologi hanya membantu sebagian kecil dari permasalahan tersebut. Karena sisanya tetap harus diserahkan kembali pada Allah SWT.
Menurutnya, sekecil apapun usaha yang ada, tetap harus dimaksimalkan pengerjaannya. Termasuk dengan metode bayi tabung.
Saat ini, lanjut Amang, tercatat ada 157 ribu pasangan di Indonesia yang mengalami kesulitan hamil. Tapi, yang berhasil tertangani dengan program bayi tabung pada tahun 2022 hanya sekitar 13 ribu pasangan.
“Penyebabnya kadang bukan karena finansial, tapi juga mental pasangan suami-istri,” tuturnya.
Amang menambahkan, teknologi yang membantu kehamilan saat ini sudah cukup canggih.
“Sudah tidak lagi pada teknologi stimulasi saja, tapi sudah mulai memikirkan outcome yang dihasilkan dari program IVF itu sendiri. Jadi, goal dari program kehamilan ini tidak semata supaya ibunya hamil, tapi juga kondisi ibu dan janin yang sehat, serta melahirkan bayi yang berkualitas,” tutup Amang. (kir/bil/rid)