Wisnu Wijaya Adi Putra Anggota Komisi VIII DPR RI mengatakan, ada indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan terkait penambahan kuota haji khusus yang dilakukan Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Dia menjelaskan, salah satu putusan rapat panitia kerja (Panja) penetapan BPIH 1445H/2024M pada 27 November 2023, Komisi VIII DPR dan Menteri Agama menyepakati kuota haji Indonesia sebanyak 241 ribu jemaah dengan rincian kuota untuk haji reguler sebanyak 221.720.
Tapi, dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII DPR bersama Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama pada 20 Mei 2024 terungkap, Kemenag mengubah secara sepihak kuota haji reguler menjadi 213.320, dan kuota haji khusus menjadi 27.680.
Artinya, Kemenag mengurangi jatah kuota haji reguler sebanyak 8.400, lalu dialihkan untuk jemaah haji khusus.
“Meskipun kebijakan perubahan kuota haji reguler dan khusus itu disebut atas dasar kebijakan Otoritas Arab Saudi lewat sistem E-Hajj, Kementerian Agama seolah tidak mengindahkan hasil rapat panja lalu tetap meneken MoU dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi pada Januari 2024,” ujarnya lewat pesan tertulis, Kamis (20/6/2024).
Menurut Wisnu, tindakan Kementerian Agama yang tetap meneken MoU dengan Arab Saudi terindikasi melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Pasal 64 Ayat (2) disebutkan kuota haji khusus ditetapkan sebanyak 8 persen dari kuota Haji Indonesia. Kalau total kuota haji Indonesia sebanyak 241 ribu, maka untuk kuota haji khusus seharusnya hanya 19.280. Poin itu juga sudah ditegaskan dan tertuang dalam kesimpulan rapat antara Komisi VIII dengan Menteri Agama pada 27 November 2023 terkait Penetapan BPIH 1445H/2024M,” paparnya.
Selain itu, Wisnu menilai Kementerian Agama melakukan kesalahan karena tidak melibatkan Komisi VIII DPR terkait perubahan alokasi kuota haji yang tidak sesuai dengan hasil kesepakatan Panja BPIH.
“Tidak pernah ada konsultasi apalagi kesepakatan dengan kami terkait perubahan itu. Sehingga, wajar jika barang tersebut dianggap ilegal,” tegasnya.
Legislator dari Fraksi PKS itu melanjutkan, keputusan sepihak tersebut membuat sebanyak 8.400 jemaah haji reguler kehilangan haknya untuk bisa menunaikan haji tahun 1445H/2024M karena kuotanya diserahkan kepada jemaah haji khusus.
“Jika pemerintah serius untuk mempercepat daftar tunggu antrean jemaah haji reguler, seharusnya sebelum meneken MoU mereka bisa secara proaktif melobi kebijakan alokasi penambahan kuota haji bagi Indonesia dari Arab Saudi agar sesuai dengan hasil rapat panja yang mengacu pada peraturan perundang-undangan. Bukan justru bersikap pasif, seakan tidak berdaya, bahkan terkesan lempar tanggung jawab ke Otoritas Arab Saudi saat DPR dan publik mencecar,” terangnya.
Anggota Timwas Haji DPR menyebut, dari tanggal 6 November 2023 pihaknya telah mengingatkan Kementerian Agama supaya kuota tambahan tersebut diprioritaskan bagi jemaah haji reguler lansia.
“Masalah masa tunggu itu yang menjadi keprihatinan banyak calon jemaah. Mengingat ada yang harus menunggu hingga 40 tahunan lebih, sementara usia mereka saat ini ada yang sudah kadung menginjak 65 tahunan. Lansia termuda di Jawa Tengah yang mendapat jatah percepatan haji bahkan sudah berusia 83 tahun. Untuk itu, sejak awal kami meminta agar mereka yang lansia menjadi prioritas. Mereka perlu didahulukan untuk memperoleh kuota tambahan haji tersebut, bukan yang punya uang lebih banyak,” paparnya.
Persoalan kuota haji khusus itu, kata Wisnu, menjadi salah satu dasar yang membuat Timwas DPR RI segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengevaluasi penyelenggaraan haji tahun ini. (rid/ipg)