Jumat, 22 November 2024

DPR Ingatkan BPOM Lebih Selektif Meloloskan Produk Makanan dan Minuman Kemasan

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Rahmad Handoyo anggota Komisi IX DPR RI. Foto: Faiz suarasurabaya.net

Rahmad Handoyo Anggota Komisi IX DPR RI meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) lebih hati-hati meloloskan produk jajanan, terutama makanan dan minuman dalam kemasan.

Legislator dari PDI Perjuangan itu menegaskan, aturan teknis soal produk makanan sehat sedang dalam pengkajian.

“Anak-anak cenderung menyukai produk-produk kemasan perusahaan besar, snack seperti permen dan lainnya. Nah, kalau hanya produk UMKM saja yang disasar saya rasa upaya Pemerintah untuk menekan kasus diabetes pada anak tidak akan efektif,” ujarnya di Jakarta, Jumat (9/8/2024).

Dia melanjutkan, jangan cuma pelaku UMKM yang disorot. Tapi, perhatikan perusahaan makanan dan minuman yang produknya mengandung takaran saji tidak sehat.

Banyak produk tersebut masih bebas beredar karena memiliki izin BPOM. Oleh karena itu, dia menilai perlu kebijakan teknis soal makanan sehat.

“Aturan seperti itu tengah dikaji. Beberapa isu yang ada, tentang kemungkinan penerapan cukai pada produk cepat saji, aturan ukuran gizi yang terkandung dalam makanan/minuman kemasan, pelabelan khusus terhadap makanan/minuman yang memiliki kandungan GGL tinggi, dan sebagainya,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Rahmad berharap kajian tersebut dapat segera rampung. Sehingga, aturan teknisnya dapat cepat diterapkan.

“Memastikan anak-anak mengonsumsi makanan yang sehat adalah tugas bersama seluruh elemen. Itu bukan hanya tugas Pemerintah, DPR, pedagang sekolah atau pelaku usaha makanan rumahan saja. Tapi, harus diingat, aturan itu juga tentang tanggung jawab kelompok industri yang menguasai pasar makanan/minuman kemasan atau cepat saja,” paparnya.

Terkait upaya itu, Komisi IX juga mendukung aturan dalam PP 28/2024 soal makanan siap saji yang akan dikenakan cukai dengan tujuan mengendalikan konsumsi gula, garam dan lemak (GGL) untuk mengurangi penyakit tidak menular. L

Rahmad optimistis aturan tersebut bisa menghadirkan perubahan pola makan masyarakat.

“Aturan tersebut bagus karena di Inggris, Filipina, Meksiko dan Afrika Selatan sudah digunakan aturan seperti itu. Terbukti, masyarakat banyak negara itu mampu mengubah perilaku konsumsi makan minuman yang lebih sehat,” katanya.

Di sisi lain, Rahmad menilai aturan soal pemungutan cukai tidak serta merta dapat dilakukan bagi pelaku usaha mikro seperti pedagang makanan keliling. Menurutnya, diperlukan pendekatan dua sisi jika menyangkut pedagang kecil.

“Kalau untuk pedagang kali lima, bukan ranahnya BPOM. Pendekatan aturan tidak cukup. Tetap harus promosi dan preventif melalui kampanye dan edukasi tentang hidup sehat. Kandungan GGL dalam makanan dan minuman yang dijual diingatkan agar tidak berlebih,” tambahnya.

Kemudian, lewat aturan yang sama, Pemerintah Daerah juga berkewajiban melakukan pengawasan terhadap produk makanan/minuman pedagang-pedagang kecil. Sehingga Pemda harus mengoptimalkan melalui edukasi dan sosialisasi.

*Semua pihak. Pemerintah dari pusat, pemerintah daerah, juga masyarakat itu sendiri. Memang butuh proses untuk mengubah perilaku hidup sehat tapi harus dimulai lewat aturan dan gerakan kampanye ke masyarakat,” pungkasnya.(rid/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs