Dokter mengingatkan risiko gangguan jantung jika jemaah salat tarawih cenderung memilih gerakan yang terlalu cepat.
Dokter Andrianto Kepala Program Studi Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Unair), tak menampik banyak jemaah yang memilih salat tarawih dengan durasi cepat.
Padahal itu bisa berdampak karena jantung dan salat punya keterkaitan.
“Salat itu tidak terlepas dari aktivitas fisik dan psikis di mana secara fisik, excercise (latihan) bisa memengaruhi otot- otot jantung sehingga dengan aktivitas yang baik, teratur akan memperkuat otot jantung sehingga otot jantung dalam hal memompa untuk memenuhi sirkulasi darah untuk metabolisme tubuh itu akan lebih baik,” beber Andrianto pada Senin (18/3/2024).
Banyak ibadah salat, otomatis akan memperbaiki fungsi jantung. Namun jika terburu-buru juga akan menimbulkan masalah pada sistem saraf simpatik, yaitu beraktivitas berlebihan.
“Sistem saraf simpatik kaitannya dengan jantung, meningkatkan denyut jantung berlebih. Sehingga mengakibatkan suplai ke otot jantung lebih banyak. Sehingga ketika ada kebutuhan dan penyediaan yang tidak seimbang mengakibatkan gangguan otot jantung, dan ini memperlemah jantung sebagai pompa untuk kebutuhan sirkulasi sel dari seluruh tubuh,” imbuhnya.
Kondisi itu akan terjadi jika salat terlalu cepat, tubuh akan butuh oksigen lebih banyak, tapi jantung tidak sanggup memenuhi.
“Kebutuhan oksigenasi otot jantung akan banyak, jadi kebutuhan dan penyediaan tidak seimbang tentu akan membuat kondisi jantung terganggu, membawa jantung pada kondisi tidak stabil,” bebernya.
Andrianto tidak merinci batasan durasi gerakan salat, tapi ada empat ciri yang bisa jadi acuan jemaah jika gerakannya terlalu cepat.
“Jantung berdebar, sesak, nyeri dada, sirkasi sangat menurun maka otak tidak dapat suplai cukup dari jantung, orangnya bisa pusing,” rincinya.
Ia mengimbau masyarakat menghindari gerakan salat terlalu cepat, terutama lansia dan seseorang dengan risiko pernyakit jantung. (lta/saf/ipg)