Ade Armada Sutedja Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Jawa Timur (Jatim) mengatakan bahwa hipertensi harus dicegah dengan menerapkan gaya hidup yang sehat.
Dimulai dari menjaga asupan makanan dan minuman, rutin berolahraga, menghindari pemicu stres, dan deteksi dini dengan pengukuran tekanan darah berkala meskipun tanpa ada keluhan.
Jika sudah terlanjur mengalami hipertensi, Ade menyebut seseorang harus dapat menjaga kualitas hidup dan harapan hidupnya dengan baik dengan menjalani pengobatan yang teratur dan mengukur tekanan darah secara berkala.
“Salah satu langkah pencegahan yang sederhana namun efektif adalah memiliki alat ukur tekanan darah di rumah yang mudah dioperasionalkan sewaktu waktu dan akurat serta berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pengobatan yang tepat jika tekanan darah di luar batas normal,” bebernya.
Kemudian dengan memiliki alat ukur tensi di rumah untuk pemantauan tekanan darah secara berkala, dapat memudahkan penderita hipertensi dalam memonitor tekanan darah sewaktu-waktu. Sehingga dapat lebih proaktif dalam mengelola kondisi kesehatan mereka.
“Langkah sederhana ini diharapkan dapat membantu menurunkan jumlah penderita hipertensi secara keseluruhan dan pada akhirnya mengurangi angka penderita penyakit jantung dan juga stroke,” katanya.
Sementara itu di Indonesia, diagnosis hipertensi masih rendah. Laporan WHO menyatakan, tingkat diagnosis hipertensi di Indonesia hanya 36 persen. Lebih rendah dibandingkan Vietnam 47 persen dan India 37 persen.
Hal itu karena rendahnya kesempatan pemeriksaan kesehatan terutama jika tidak ditanggung asuransi atau perusahaan, dan rendahnya kepemilikan alat ukur tensi di kalangan masyarakat.
Sedangkan, kardiovaskular sendiri disebut sebagai silent killer nomor satu di dunia.
Sebanyak 15,5 juta kasus penyakit jantung terjadi di Indonesia pada 2022, jumlah itu meningkat dari 12,93 juta kasus pada 2021, mengakibatkan 245.343 kematian akibat penyakit jantung koroner dan 50.620 kematian akibat penyakit jantung hipertensi tiap tahun.
Tekanan darah tinggi juga merupakan faktor risiko utama untuk stroke. Berada di urutan teratas sebagai penyebab disabilitas di dunia, stroke juga tercatat sebagai penyebab kematian utama di Indonesia, dengan peningkatan dari 1,99 juta kasus.
Beberapa faktor risiko penyebab penyakit tersebut yakni kebiasaan merokok, diabetes, kelebihan berat badan atau obesitas, jarangnya melakukan aktivitas fisik, konsumsi garam berlebihan, serta konsumsi alkohol.
“Melakukan pola modifikasi gaya hidup dengan rutin dapat mengurangi hingga 15 persen kejadian komplikasi pada hipertensi,” pungkasnya.
Sementara itu, Tomoaki Watanabe Direktur Omron Healthcare Indonesia menyebut penyakit kardiovaskular dan cerebrovascular seperti serangan jantung dan stroke berada di urutan atas dalam daftar penyebab kematian utama di Indonesia.
“Salah satu tantangan utama dalam menekan prevalensi penyakit kardiovaskular masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemantauan tekanan darah secara teratur di rumah,” ujarnya. (ris/saf/iss)