Jumat, 22 November 2024

Dewan Pers dan Konstituennya Kompak Menolak Draf Revisi UU Penyiaran

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ninik Rahayu Ketua Dewan Pers. Foto: Dewan Pers

Dewan Pers bersama organisasi wartawan konstituennya secara tegas menolak draf Revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang tengah dibahas DPR bersama Pemerintah.

Ninik Rahayu Ketua Dewan Pers mengatakan, pihaknya menghormati DPR dan Pemerintah yang memiliki kewenangan secara konstitusional menyusun sebuah regulasi.

Tapi, Dewan Pers menilai proses revisi Undang-undang Penyiaran tidak mencerminkan pemenuhan hak konstitusional warga negara untuk mendapat informasi sebagaimana dijamin Undang-Undang Dasar NKRI 1945.

Dalam keterangan pers, sore hari ini, Selasa (14/5/2024), di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Ninik menyebut draf revisi UU Penyiaran tidak mengintegrasikan kepentingan lahirnya jurnalistik yang berkualitas sebagai salah satu produk penyiaran.

Dia menjelaskan, draf revisi UU Penyiaran yang terakhir dipakai dalam pembahasan bulan Oktober 2023 juga memuat pasal kontroversi yang melarang media siaran menayangkan hasil liputan investigasi.

Selain itu, para pembuat legislasi mengusulkan penyelesaian sengketa jurnalistik siaran dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang sebetulnya tidak punya kewenangan berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Dalam konteks politik hukum tidak dimasukannya UU Pers dalam konsideran revisi UU Penyiaran mencerminkan (pembuat undang-undang) tidak mengintegrasikan kepentingan lahirnya jurnalisme yang berkualitas sebagai salah satu produk penyiaran. Draf revisi UU Penyiaran juga menjadi salah satu sebab pers di Indonesia tidak merdeka, tidak independen, dan tidak berkualitas,” ujar Ninik.

Pada kesempatan itu, perwakilan konstituen Dewan Pers yang hadir di antaranya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), juga tegas menolak draf revisi UU Penyiaran.

Nany Afrida Ketua Umum AJI menyatakan menolak. Selain itu, dia mendorong supaya pembahasan revisi UU Penyiaran dilakukan Anggota DPR periode 2024-2029.

Sekadar informasi, dalam draf revisi UU Penyiaran, ada sejumlah pasal yang mendapat sorotan karena berpotensi menimbulkan permasalahan dan merugikan publik.

Di antaranya, Pasal 50B Ayat (2) huruf (c) yang memuat larangan isi dan konten siaran berupa tayangan eksklusif karya jurnalistik hasil investigasi.

Kemudian, Pasal 8A huruf (q), KPI jadi punya kewenangan menyelesaikan sengketa jurnalistik dalam bentuk siaran yang sebetulnya diamanatkan Undang-undang 40/1999 kepada Dewan Pers.(rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs