Jumat, 22 November 2024

Desa Porak-Poranda dan Lahar Dingin Bukan Salah Erupsi Semeru

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Lokasi Hunian Tetap (Huntap) Bumi Semeru Damai di Kabupaten Lumajang. Foto: Wildan suarasurabaya.net

Gunung menjadi indah bukan karena adanya gunung itu, melainkan karena ada mata yang memandangnya. Dengan cara memandang yang keliru, keindahan gunung tidak akan pernah tampak sama sekali. Kalimat itu diukir Seno Gumira Ajidarma novelis dalam bukunya Kitab Omong Kosong.

Secara mendalam, Seno Gumira menegaskan bahwa gunung tidak tampak indah bila cara memandangnya keliru. Kalimat itu berlaku untuk semua gunung di Indonesia, tak terkecuali Gunung Semeru puncak tertinggi Pulau Jawa.

Sebagai gunung api aktif, Atap Pulau Jawa itu mencatat sejarah peristiwa alam. Di balik indahnya rerimbunan pohon dari kejauhan dan langit biru yang menyelimuti puncaknya, masih banyak warga lokal yang was-was bila Semeru mulai menunjukkan aktivitasnya.

Pesona menawan Gunung Semeru pun terdistraksi menjadi kenangan kelam. Bahkan saat penyintas erupsi Gunung Semeru pada tiga tahun lalu berbagi cerita, matanya sampai melotot, raut wajahnya serius dan menyimpan trauma.

Bahkan, ia tidak percaya bisa selamat dari kiamat kecil itu, salah satunya Samsul Arifin (42 tahun) dulunya warga Desa Curah Kobokan.

“Gelap, sangat gelap. Padahal masih setengah tiga sore, ini kiamat kata saya,” ungkapnya.

Itu yang diingat Arifin saat siang yang cerah dan Semeru sedang cantik-cantiknya. Ia berbagi kisah itu saat ditemui di kawasan hunian tetap (Huntap) Bumi Semeru Damai (BSD) Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur pada pertengahan September 2024 silam.

Samsul Arifin (tengah) bersama dua temannya waktu ditemui di balai pertemuan warga Hunian Tetap (huntap) BSD Kabupaten Lumajang. Foto: Wildan suarasurabaya.net

Pria yang dulunya penambang pasir itu mengisahkan penggalan peristiwa erupsi Gunung Semeru pada 4 Desember 2021 silam. Dengan wajah seriusnya, ia perlahan melanjutkan cerita.

Tiga tahun lalu di penghujung tahun saat sore hari, Arifin baru saja pulang dari sungai, usai seharian menambang pasir. Setelah bekerja, ia berencana menjenguk ibunya di desa sebelah.

Sebelum berangkat ke rumah sang ibu, pria 42 tahun itu sejenak melepas lelah di teras rumah sambil melamun dan menghisap rokok. Tak lama, lamunannya buyar, saat seorang pemuda menyetir motor dengan kecepatan tinggi melintas di depan rumahnya

“Nyetir motor kenceng banget kalau jatuh meninggal kamu, kalau buru-buru kenapa tidak berangkat kemarin, itu pikiran saya,” ucapnya.

Sesudah membatin aksi pemuda itu, Arifin mendengar teriakan. ‘Semeru meletus, Semeru meletus’ benar saja, Arifin melihat langsung asap tebal awan panas guguran (APG) dimuntahkan Semeru dan membubung tinggi ke arah Utara sekitar pukul 14.30 WIB.

Langit di Desa Curah Kobokan mendung gerimis sore itu. APG masih terlihat jelas, namun keadaan mulai berubah mencekam saat arah angin belok ke Timur. Artinya ke langit Desa Curah Kobokan.

Langit mendung di Curah Kobokan sekejap menjadi gelap gulita, lebih gelap daripada malam tanpa rembulan karena tebalnya awan erupsi.

Suasana perlahan hening, Arifin nyaris tidak mendengar sekecil pun keriuhan warga, ia lantas masuk ke dalam rumah. Dia mengira 4 Desember 2021 adalah kiamat.

Meski di dalam rumah, Arifin tidak bisa melihat anak dan istrinya bahkan bayangannya sendiri, karena saking gelapnya. Dia hanya mengandalkan suara dan pendengarannya, untuk mengetahui posisi istri dan anaknya ada di mana.

“Saya teriak, manggil anak dan istri di rumah, oh kamu di situ. Baca doa apapun sekarang,” seru Arifin.

Sambil merangkak dan meraba-raba lantai, satu keluarga itu akhirnya bisa berkumpul di ruang tengah. Mereka langsung bergegas keluar dan menyalakan motor sambil memakai jaket, mantel, helm, dan dua lampu senter.

Satu motor itu ditumpagi lima orang keluarga Arifin. Gas motor ditarik, Arifin mengarahkan laju ke Timur menerobos kegelapan sambil diserbu abu vulkanik hangat yang turun bersama gerimis hujan.

Sesampainya di persimpangan, ia lalu belok ke kiri untuk menuju jalan keluar desa. Selama perjalanan, jarak pandang hanya satu jengkal jari, kata Arifin.

“Sunyi, suara ayam pun enggak ada. Saya hanya bilang gini ke keluarga, sudahlah hanya kita yang selamat. Ayo kita pergi sebelum ada erupsi susulan lagi,” katanya.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 15 menit, Arifin akhirnya tiba di Desa Sumbermujur, ia baru melihat cahaya matahari sore dan sekumpulan warga lainnya yang sama-sama panik ketakutan.

Arifin lalu menuju rumah saudaranya untuk mengungsi lebih dulu. Sementara ratusan warga lainnya memilih ke tempat pengungsian setempat atau memilih tinggal di rumah saudara.

Sebagian besar penyintas itu berasal dari desa-desa di dekat lereng Gunung Semeru. Sebut saja desa tempat tinggal Arifin, Desa Curah Kobokan hanya berjarak sekitar 15 kilometer dari lereng.

Andai wawasan tentang mitigasi menghindari daerah rawan bencana terpatri di masyarakat, Gunung Semeru tidak akan mencatat peristiwa kelam di penghujung 2021. Puluhan orang tidak akan menjadi korban dan hilang karena fenomena alam itu.

Kata budayawan Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, alam tidak pernah melahirkan bencana. Bukan alam yang menjadi pelakunya. Begitupun Gunung Semeru, ia tak bisa disebut pemicu porak-porandanya desa dan hancurnya ratusan rumah warga.

Awan Panas Guguran Tak Terhindarkan, Sistem Komando Darurat Diaktifkan

Muntahan Awan Panas Guguran (APG) Gunung Semeru tidak bisa dihindari, Pemerintah Kabupaten Lumajang langsung mengaktifkan sistem komando penanganan darurat bencana alam melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Lumajang Nomor: 188.45/527/427.12/2021.

Unsur pemerintah, TNI, Polri, dan relawan dikerahkan menuju lokasi rawan bencana itu. Begitu sistem komando diaktifkan, misi penyelamatan nyawa manusia diprioritaskan.

“Tugasnya di masa tanggap darurat pertama adalah penyelamatan, pertolongan, dan evakuasi. Itu pertama terkait nyawa dulu,” ujar Patria Dwi Hastiadi Kepala Pelaksana BPBD Lumajang.

Ratusan personel unsur gabungan itu langsung memetakan sejumlah desa-desa rawan. Mereka bergegas menuju ke sana dan membantu warga untuk menghindar dari radius rawan APG supaya meminimalisir korban.

Berdasarkan data Pos Komando Penanganan Darurat Bencana Erupsi Semeru pada 2021 saat itu, total warga yang mengungsi mencapai 9.417 jiwa yang tersebar di 402 titik.

Lokasi pengungsian terpusat di tiga kecamatan. Antara lain di Kecamatan Candipuro 22 titik 3.897 jiwa, Pronojiwo 7 titik 1.136 jiwa, dan Pasirian 15 titik 1.657 jiwa.

Sementara pengungsian di luar Kabupaten Lumajang di Kabupaten Malang sebanyak 9 titik 341 jiwa, Probolinggo 1 titik 11 jiwa, Blitar 1 titik 3 jiwa, dan Jember 3 titik 13 jiwa.

Sesudah membantu warga berpindah ke tempat aman, petugas gabungan mulai berkoordinasi untuk memenuhi kebutuhan hidup para pengungsi. Mulai dari makanan, baju, selimut, obat-obatan, dan kamar mandi.

“Kita harus memberikan pelayanan terbaik ke masyarakat penyintas selama masa tanggap darurat. Mekanisme distribusi bantuan kita sesuaikan kondisi masing-masing,” tuturnya.

Selama masa tanggap darurat 14 hari, distribusi bantuan kebutuhan pokok terus berdatangan. Petugas di pos pengungsian disibukkan menginventarisir datangnya bantuan untuk kemudian dikirim ke lokasi-lokasi lainnya yang membutuhkan.

Sementara Tim SAR gabungan mulai melakukan pencarian korban hilang dan menerobos wilayah rawan. Nyawa mereka juga menjadi taruhan andai, APG Semeru muncul dadakan.

Masih merujuk data Posko Penanganan Darurat Bencana Erupsi Semeru, per Sabtu 25 Desember 2021, petugas mencatat 54 orang meninggal dunia dan enam orang dinyatakan hilang.

Tanggap Darurat Habis, Penanganan Bencana Dievaluasi, Sistem EWS Ditambah

Erupsi Gunung Semeru pada 2021 menjadi pengalaman berharga sekaligus pengingat untuk masyarakat supaya lebih sadar tentang mitigasi bencana alam.

BPBD Kabupaten Lumajang sebetulnya sudah menyiapkan langkah mitigasi bencana erupsi Gunung Semeru sebelum 2021.

Patria Dwi Kalaksa BPBD Kabupaten Lumajang mengaku, masih minimnya sistem perangkat pertanda dini erupsi menjadi kendala pada saat itu.

“Mitigasi sebelum 2021 sudah dilakukan, cuman memang kondisinya terbatas. Peralatan, instrumen terbatas,” katanya.

Pascaerupsi Semeru 2021, BPBD Kabupaten Lumajang mulai menambahkan perangkat early warning system (EWS) di titik-titik rawan. Seperti sirine hingga kamera CCTV, supaya jadi penanda bagi masyarakat untuk segera bersiaga apabila Semeru kembali erupsi.

“Sirine ada tiga titik, dan empat untuk kondisi darurat. Lalu sensor termal, sensor getaran milik PVMBG itu juga kita kolaborasi,” jelasnya.

Selain itu, rambu jalur-jalur evakuasi mulai diperbanyak di sejumlah yang tersebar di sejumlah desa. “Bagaimana titik kumpulnya dan evakusinya itu semakin tahun kita sempurnakan,” imbuhnya.

Namun yang tidak kalah penting, adalah penyediaan tempat relokasi bagi warga penyintas erupsi Gunung Semeru. Patria menyatakan, upaya relokasi merupakan evaluasi utama untuk mengurangi jumlah korban jiwa.

“Tempat aman bagi penyintas menjadi upaya menurunkan risiko korban. Selain itu juga mengoptimalkan penggunaan EWS di berbagai titik,” terangnya.

Berikutnya adalah mengeruk sedimentasi pasir di jalur aliran lahar sisa erupsi Semeru. Penumpukan sedimentasi ini berdampak pada munculnya lahar dingin saat musim hujan tiba.

Penumpukan sedimentasi ini, kata Patria karena kurang masifnya normalisasi. Pihaknya mengaku sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk menuntaskan persoalan ini.

Sebab, penumpukan sedimentasi secara berlebih berpotensi meluap dari luar jalur aliran lahar. Hal ini tentu bisa memicu bencana di kemudian hari.

“Sedimentasi hasil erupsi bertahun-tahun menumpuk, ini jadi PR kita untuk menormalisasi. Kita sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak mulai tata kelola aliran lahar dari hulu sampai hilir,” ucapnya.

Sedangkan kata Reza Kepala Bidang (Kabid) Kedaruratan, Rehabilitasi, dan Rekonstruksi BPBD Kabupaten Lumajang, endapan sedimentasi di kawah Gunung Semeru jumlahnya sudah mencapai jutaan kubik.

“Apalagi sekarang sudah di bawah kawah Semeru, itu siap meluncur ke bawah saat terjadi musim hujan. Ini seperti ulang tahun, setiap tahun menghadapi banjar lahar dingin,” jelasnya.

Endapan Pasir Semeru Menerjang Infrastuktur Jembatan

Salah satu dampak erupsi Gunung Semeru yang krusial adalah rusaknya infrastuktur jembatan. Sejumlah jembatan putus karena dihantam lahar dingin sisa endapan erupsi Semeru di tahun berikutnya.

Jembatan Mujur jadi satu di antara rusaknya akses infrastuktur. Jembatan penghubung jalan Desa Kloposawit dan Desa Tumpeng itu putus karena tidak kuat menahan derasnya aliran lahar dingin yang membawa sisa-sisa endapan pasir Semeru selama satu setengah tahun.

Jembatan Mujur jadi satu di antara rusaknya akses infrastuktur. Jembatan penghubung jalan Desa Kloposawit dan Desa Tumpeng itu ambrol pada Bulan Juli 2023. Aktivitas ekonomi, pendidikan, dan pertanian terdampak.

Marjoko Kepala Desa Kelopo Sawit menuturkan, warga bahu membahu membangun ulang jembatan darurat dari bambu sesudah banjir lahar dingin menerjang Jembatan Mujur.

“Khusus untuk petani dan anak sekolah saja yang bisa lewat,” ucap Marjoko.

Sementara bagi kendaraan roda empat, harus memutar ke arah Pasirian dengan menempuh waktu sekitar 15-20 menit agar bisa sampai di Desa Keloposawit atau sebaliknya menuju ke Desa Tumpeng.

Jembatan Mujur kemudian dibangun ulang. Lalu diberi nama Jembatan Mujur II yang diresmikan langsung Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim periode 2019-2024.

Namun Jembatan Mujur II kembali harus berjibaku dengan lahar dingin pada April 2024, akibatnya bibir jembatan penghubung jalan ambrol. Tapi Jembatan Mujur II tidak mengalami kerusakan 100 persen.

Jembatan Sumber Mujur II di Lumajang  salah satu infrastuktur yang diperbaiki usai erupsi Gunung Semeru. Foto: Wildan suarasurabaya.net

Reza Kabid Kedarutan, Rehabilitasi, dan Rekonstruksi BPBD Kabupaten Lumajang mengatakan, ambrolnya bibir Jembatan Mujur II pada April 2024 kemarin itu karena diterjang aliran lahar dingin dengan volume yang besar.

Seperti yang ia katakan sebelumnya, sedimentasi di kawah Semeru menjadi penyebabnya. Mendapati laporan Jembatan Mujur II ambrol, Pemprov Jatim selaku pihak yang berwenang bergerak cepat melakukan perbaikan dan menuntaskan pengerjaan dua bulan berikutnya.

Emil Wahyudianto Ahli Madya Teknik Jalan dan Jembatan PU Bina Marga Pemprov Jatim mengatakan, Jembatan Mujur II membentang sepanjang 39 meter dan lebar 5,1 meter.

Konstruksi dasarnya diubah, dari semula menggunakan aspal dan beton, kini memakai rangka baja. Keputusan mengubah konstruksi itu setelah dilakukan kajian, penilitian, dan studi.

Pemerintah harus membuat jembatan yang tahan terjangan lahar dingin dan guncangan. Akhirnya merancang 13 panel jembatan dan satu panelnya sepanjang 3 meter dengan konstruksi rangka baja.

“Harus dikenali dulu aliran sungai, struktur tanahnya, karakteristiknya sungai seperti apa baru diputuskan membuat konstruksi dasarnya,” ungkapnya.

Selain jembatan, Pemprov Jatim juga melakukan pembenahan tanggul di wilayah daerah aliran sungai (DAS) lahar dingin Semeru. Termasuk pembangunan ulang Tanggul Sungai Mujur.

Adhy Karyono Penjabat (Pj) Gubernur Jatim menyatakan, jebolnya Tanggul Sungai Mujur bisa mengancam keamanan masyarakat apabila tidak segera ditangani.

“Penyelesaian tanggul ini lebih cepat dari yang disepakati, dari 2 bulan jadi 1 bulan 3 minggu, ini menunjukkan bahwa teman-teman juga bekerja dengan niatan dengan secepatnya mengatasi persoalan tanggul jebol,” terangnya.

Tanggul Sungai Mujur ini dibangun di dua titik lokasi dan satu upaya normalisasi. Titik pertama dengan tanggul sepanjang 225 m, tinggi 7.5 m dan krib sepanjang 30 m dengan tinggi 4.5 m, titik kedua tanggul sepanjang 62 m dengan tinggi 2 m dan untuk normalisasi sepanjang 362 m dengan volume 3.169 m3.

“Mudah-mudahan dengan dibuat tanggul yang lebih dari yang semula tingginya itu bisa lebih memberikan perlindungan yang maksimal kepada masyarakat,” harapnya.

Sebagai antisipasi dampak bencana, Pemprov Jatim menyelesaikan 4 tanggul di lokasi berbeda di Kab. Lumajang. Juga ada 5 jembatan yang dibangun dan 1 jembatan diperbaiki. Selain itu juga ada 1 perbaikan jalan yang ada di Tawon Songo kecamatan Pasrujambe.

“Hampir Rp52 miliar itu bukan jumlah yang kecil ya untuk saat ini, menggunakan bantuan BTT itu jumlah yang sangat besar, dan ini merupakan bentuk perhatian kami,” ungkap Pj Gubernur Jatim 8 Juni 2024 lalu.

Ciptakan Hunian Aman dan Masyrakat Sigap Bencana

Gunung Semeru sedang cantik-cantiknya dipandang siang hari dari kawasan hunian tetap (Huntap) Bumi Semeru Damai (BSD) Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang pada pertengahan September 2024 lalu.

Siang itu memang terik, namun angin sedang bersahabat, pohon-pohon pinus di sekeliling membuat siang menjadi teduh. Nampak ratusan warga penyintas Semeru menghabiskan hari di Huntap Bumi Semeru Damai.

Termasuk Samsul Arifin dulunya warga Curah Kobokan yang selamat dari APG Semeru. Ia memilih menetap di Bumi Semeru Damai. Katanya lebih baik cari tempat aman, sesudah kejadian erupsi 2021 silam.

Selain Arifin, juga ada Saiful Bahri dulunya warga Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang. Kini ia tinggal di Blok C BSD.

Menurut Bahri, Huntap BSD terbilang layak ditempati para penyintas Semeru. Berbagai fasilitas telah disediakan mulai dari rumah ibadah hingga akses internet.

“Kalau dibilang layak, ini sangat layak. Kita sama-sama di kaki Semeru jadi cari yang aman aja lah,” katanya.

Namun masih ada kendala bagi para penyintas Semeru yang tinggal di BSD. Yakni kehilangan mata pencarian. Bahri mengatakan, data-rata penduduk di sana bekerja sebagai petani, penambang pasir, dan peternak.

Begitu desanya hancur dan rumahnya terkubur pasir, warga penyintas juga kehilangan pekerjaan. Bahri mengatakan, kadang warga masih kembali ke desa asal untuk bekerja seperti semula.

“Biar masyarakat tambah kerasan, memang harus ada lapangan kerja,” imbuhnya.

Sumiati seorang petani wanita awalnya berat hati memutuskan tinggal di Huntap BSD. Sebab ladang sawahnya dengan huniannya sekarang cukup jauh untuk ditempuh.

Alasan keamanan membuatnya lebih baik tinggal di Huntap. Pascaerupsi Semeru 2021, Sumiati tetap menjadi petani, sebagian harinya dihabiskan menempuh jalan panjang.

Namun lama kelamaan, jalan panjang itu sudah jadi hal biasa. Sumiati tetap bisa menghasilan komoditas pertanian tanpa adanya ancaman erupsi Semeru sewaktu-waktu.

“Lama-lama akhirnya biasa, saya yakin apa yang diambil akan diganti berlipat ganda,” ucap Sumiati.

Huntap BSD ini dibangun atas kolaborasi Pemprov Jatim dan Kementerian PUPR. Relokasi hunian warga, jadi tanggung jawab pemerintah pascaerupsi Semeri 2021 itu.

Yayuk Sri Rahayu Kepala Desa Sumbermujur mengatakan, Huntap BSD dulunya adalah kebun cengkeh dengan luas 82 hektare.

Tugas berat harus dipikul Sri Rayahu kala itu Pada 4 Desember 2021 karena baru dua hari dilantik jadi kepala desa, ia harus menghapadi erupsi Semeru. Tugas itu berlanjut hingga para warga mendapat relokasi Huntap di BSD.

“Yang digunakan pemukiman relokasi, ini sejumlah 1.591 rumah warga di sini. Yang sudah terdampak dari dua kecamatan Pronojiwo dan Candipuro,” ungkapnya.

Sri Rahayu mengutarakan Huntap BSD sudah dilengkapi fasilitas sosial di semua bloknya. Mulai dari rumah ibadah, instalasi pengolahan air limbah (IPAL), tempat pembuangan komunal, hingga kandang sapi dan kambing komunal.

Lalu fasilitas sekolah Madrasah Aliyah dan Madrasah Tsanawiyah serta SD dan PAUD juga disediakan pemerintah di dekat lokasi Huntap BSD.

“Kandang komunal itu dari BNPB dan pendampingan dari kampus Unair (Universitas Airlangga). Selain itu juga ada stadion, itu fasilitas sosial dan umum di Huntap,” ungkapnya.

Masih banyak PR yang harus dituntaskan pemkab maupun pemprov sesudah merelokasi warga terdampak erupsi Gunung Semeru. Terutama soal menumbuhkan perkonomian masyarakat penyintas.

Di sisi lain Pemkab Lumajang juga berencana mendesain Huntap BSD menjadi kawasan tangguh bencana atau laboratorium kebencanaan.

Patria Dwi Kalaksa BPBD Lumajang mengatakan, rencana itu untuk menciptakan masyarakat yang sigap menghadapi bencana alam.

“Rencananya mau dibuat laboratorium bencana. Masyarakat akan dilatih membuat membuat Desa Tangguh Bencana. EWS (early warning system) juga sudah kami tambah di lokasi atau titik rawan,” tuturnya. (wld/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs