Jumat, 29 November 2024

Cerita Para Pengungsi Palestina, Cuaca Menambah Penderitaan Mereka di Gaza

Laporan oleh M. Hamim Arifin
Bagikan
Seorang pria terlihat di dalam tenda yang tergenang banjir setelah hujan lebat di daerah Mawasi, Khan Younis, Jalur Gaza selatan, pada 25 November 2024. Para pekerja kemanusiaan PBB mengatakan bahwa mereka dan mitra mereka telah mengevaluasi kerusakan akibat banjir sebagai tanggapan terhadap beberapa lokasi pengungsian warga Gaza yang terkena hujan lebat pada akhir pekan. Foto: Antara

“Kami melarikan diri dari penembakan Israel dan kematian di Gaza, tetapi sekarang kami tenggelam dalam hujan dan air laut,” Abbas Lafi (50), seorang pengungsi Palestina yang kini tinggal di Khan Younis bercerita.

Ayah tujuh anak itu menceritakan bahwa dirinya terbangun pada larut malam dan mendapati keluarganya mengapung di atas air, dengan kasur dan barang-barang yang basah kuyup di dalam tenda mereka, hanya beberapa bulan setelah tenda tersebut didirikan di pesisir wilayah Mawasi di Khan Younis, Gaza selatan.

Dilansir dari Antara, Jumat (29/11/2024), meskipun tenda itu terlalu bobrok untuk melindungi mereka dari dinginnya musim dingin atau panasnya musim panas, Lafi tetap berusaha mengeluarkan air dari tenda mereka dan menyelamatkan semua barang yang masih bisa diselamatkan. Ia menjelaskan bahwa sulit bagi mereka untuk mengganti kasur atau selimut karena minimnya bantuan kemanusiaan yang didapatkan.

Musab Sahweil, seorang pengungsi lain di Khan Younis, juga mengalami hal serupa setelah mengungsi dari rumahnya di Kota Beit Hanoun, Gaza utara.

“Hujan dan air laut yang mengamuk menyeret semuanya, tenda, kasur, pakaian,” kata pria berusia 39 tahun itu, sambil duduk di samping tendanya yang hancur dengan air mata berlinang.

Dengan hanya membawa sedikit barang yang bisa mereka bawa setelah terbangun dari tidurnya karena banjir, keluarga Sahweil pergi ke tenda saudaranya yang berada agak jauh dari pantai.

Sebelum perang, ayah tiga anak tersebut bekerja keras untuk membangun rumahnya.

“Tentara Israel menghancurkan rumah saya dan impian saya untuk kehidupan yang lebih baik,” katanya. “Perang membuat saya menjadi tunawisma dan tak berdaya, bahkan tak mampu menghidupi keluarga saya.”

Di dekat tenda Sahweil, Sharifa Alwan, seorang ibu empat anak berusia 42 tahun, duduk di atas kasur yang mengapung di atas air sambil memeluk bayinya yang baru lahir.

“Apa yang telah kami perbuat hingga kami pantas menerima hukuman ini? Mengapa anak-anak kami harus begitu menderita?” ujar Sahweil bertanya.

Lafi, Sahweil, dan Alwan termasuk di antara puluhan ribu pengungsi Palestina yang mendirikan tenda dan berlindung di sepanjang pesisir selatan Gaza usai tentara Israel memperingatkan mereka untuk meninggalkan rumah mereka di utara Gaza.

Ribuan tenda mereka tenggelam dan hancur akibat angin kencang yang belum lama ini menerjang pesisir Jalur Gaza.

Sekadar diketahui, Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Kawasan Timur Dekat (UNRWA) pada Senin (25/11/2024) mengumumkan bahwa sekitar setengah juta orang di Gaza kini menghadapi risiko banjir.

“Suhu udara menurun dan hujan mulai turun. Tidak ada tempat penampungan yang aman, selimut, atau pakaian hangat untuk meringankan penderitaan mereka,” kata Philippe Lazzarini Komisaris Jenderal UNRWA di platform media sosial X pada Selasa (26/11/2024).

“Musim dingin di Gaza berarti orang-orang tidak hanya akan tewas karena serangan udara, penyakit, atau kelaparan. Musim dingin di Gaza berarti semakin banyak orang akan terancam kehilangan nyawa mereka karena menggigil kedinginan, terutama mereka yang paling rentan, termasuk orang tua dan anak-anak,” ujar Lazzarini. (ant/nis/ham/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 29 November 2024
34o
Kurs