Mencegah kasus kekerasan pada anak jadi fokus Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) saat ini, salah satunya seperti upaya menekan angka pernikahan dini lewat Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jatim.
Tri Wahyu Liswati Kepala DP3AK Jatim, menjelaskan bahwa meskipun angka pernikahan dini di provinsi setempat mengalami penurunan signifikan tiga tahun terakhir, tetap diperlukan usaha lebih besar untuk mencapai angka rata-rata di bawah target nasional.
“Untuk pernikahan anak memang menurun signifikan, tapi masih perlu effort yang besar dari kita semua untuk menurunkannya di bawah rata-rata nasional. Rata-rata nasional di 4,6 persen, sedangkan kita (Jatim) masih di 6,2 persen,” ujar Tri Wahyu Liswati dalam program Wawasan Suara Surabaya, Merawat Bumi Majapahit, Jumat (18/10/2024).
Lebih lanjut, dia menyebutkan anak-anak yang paling banyak mengajukan dispensasi pernikahan adalah remaja rentang usia 15 hingga 18 tahun. Alasan paling sering diajukan, di antaranya untuk menghindari zina.
“Itu usia 15 sampai dengan 18 tahun, jadi anak-anak usia SMP itu yang memegang rekor tertinggi dispensasi kawin pada usia itu,” jelasnya.
Kepala DP3AK Jatim itu menyebut, kalau diteruskan, hal tersebut dikhawatirkan berdampak serius terhadap kehidupan rumah tangga di kemudian hari.
“Meskipun tidak inline secara langsung, hasil pernikahan anak ini pasti berpotensi terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Tingginya angka perceraian, tingginya angka kematian ibu, dan tingginya angka kematian bayi,” ujar Tri Wahyu menjawab salah satu pertanyaan pendengar Suara Surabaya (SS) dalam program Wawasan tersebut.
Dia menjelaskan kesehatan reproduksi seorang wanita baru siap untuk melahirkan saat usianya mencapai 22 tahun. Oleh karena itu, ia berpesan agar dispensasi kawin di usia anak-anak tidak dilakukan.
Selain fokus pada pencegahan pernikahan dini, DP3AK Jatim juga turut menyoroti fenomena anak jalanan (anjal) yang beberapa waktu terakhir ramai dikeluhkan para orang tua kepada Radio Suara Surabaya.
Dalam hal ini, DP3AK bekerja sama dengan berbagai instansi terkait, termasuk Dinas Sosial, untuk menampung dan memberikan pembinaan kepada anak-anak jalanan.
“Mereka bukan hanya diberikan tempat penampungan, tetapi juga pendampingan agar bisa kembali ke lingkungan yang sehat dan produktif,” terang Tri Wahyu.
Selain itu, DP3AK juga memberikan perhatian khusus pada pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKA) dan perempuan korban kekerasan. Di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Surabaya, DP3AK telah memvisuda 200 perempuan kelompok rentan yang berhasil mandiri secara ekonomi.
“Program pemberdayaan ini sudah berjalan sejak 2022, dan kami telah memvisuda 200 perempuan kelompok rentan yang berhasil menjadi mandiri. Kami juga bekerja sama dengan Baznas untuk memberikan bantuan modal usaha bagi mereka,” ungkap Tri Wahyu.
DP3AK Jatim juga mengadakan pelatihan sesuai minat bagi perempuan korban kekerasan, seperti kecantikan, memasak, menjahit, dan pembuatan suvenir. Lulusan terbaik mendapatkan bantuan permodalan sebesar Rp2,5 juta dari Bank Jatim.
Selain pelatihan ekonomi, DP3AK juga berkolaborasi dengan Jujitsu Indonesia untuk memberikan pelatihan bela diri kepada perempuan rentan, termasuk penyandang disabilitas, guna melindungi diri dari ancaman kekerasan.
“Kami mengadakan pelatihan bela diri setiap Selasa. Ini terbuka bagi siapa saja yang berminat untuk meningkatkan rasa aman mereka dalam situasi yang rentan,” tutupnya. (bil/ipg)