Jumat, 22 November 2024

BMKG Luncurkan Panduan Kebijakan Climate Outlook 2024

Laporan oleh M. Hamim Arifin
Bagikan
Dwikorita Karnawati Kepala BMKG. Foto: Istimewa

Dwikorita Karnawati Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan pihaknya telah merilis “Climate Outlook 2024” atau “Pandangan Iklim 2024” yang dapat digunakan oleh kementerian atau lembaga, pemerintah daerah dan semua pihak terkait.

Pandangan Iklim 2024 bisa menjadi salah satu panduan untuk perencanaan dan kegiatan pembangunan pada sektor yang terkait atau terdampak oleh fenomena iklim.

Sepanjang tahun 2024, Dwikorita menyampaikan bahwa gangguan iklim dari Samudra Pasifik yaitu ENSO diprakirakan akan berada pada fase El Nino Lemah-Moderat di awal tahun 2024 kemudian selanjutnya hingga akhir tahun 2024 diprediksikan berada pada “fase netral”.

“Terdapat peluang namun kecil untuk berkembang menjadi fenomena La Nina yang merupakan pemicu anomali iklim basah. Demikian juga dengan fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yang merupakan penyebab gangguan iklim dari Samudra Hindia, diprediksikan akan berada pada fase Netral dari awal hingga akhir tahun 2024,” ungkapnya, Senin (1/1/2024) dilansir Antara.

Berdasarkan dinamika atmosfer tersebut, lanjut Dwikorita, maka jumlah curah hujan tahunan pada 2024 diprediksikan umumnya berkisar pada kondisi normal. Namun, terdapat beberapa wilayah yang diprediksikan dapat mengalami hujan tahunan di atas normal.

Wilayah tersebut meliputi sebagian kecil Aceh, Sumatera Barat bagian selatan, sebagian kecil Riau, sebagian kecil Kalimantan Selatan, sebagian kecil Gorontalo, sebagian kecil Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat bagian utara, sebagian kecil Sulawesi Selatan, sebagian kecil Papua Barat dan Papua bagian utara.

Selain itu, terdapat juga daerah yang diprediksikan akan mengalami hujan tahunan di bawah normal yaitu meliputi sebagian Banten, sebagian kecil Jawa Barat, sebagian kecil Jawa Tengah, sebagian Yogyakarta, sebagian kecil Jawa Timur, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, dan Papua bagian selatan.

“Meskipun kemarau 2024 diprediksi berlangsung dengan normal, namun terdapat wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan karena secara iklim memang memiliki curah hujan yang rendah, yaitu meliputi sebagian Lampung, sebagian Jawa, sebagian Bali, sebagian Nusa Tenggara Barat, sebagian Nusa Tenggara Timur dan Papua bagian selatan,” tutur Dwikorita.

Langkah-Langkah Antisipasi

Di sisi lain,  Ardhasena Sopaheluwakan Deputi Bidang Klimatologi BMKG mengatakan dalam pandangan iklim tersebut, BMKG juga menyertakan sejumlah rekomendasi umum untuk sektor-sektor terkait atau terdampak oleh fenomena iklim tersebut.

Di antaranya yaitu melakukan langkah antisipatif terhadap potensi jumlah curah hujan tahunan 2023 yang melebihi rata-ratanya atau melebihi batas normalnya, yang dapat memicu bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang dan tanah longsor, maupun potensi curah hujan di bawah normal yang dapat memicu kekeringan dan dampak lanjutannya berupa kebakaran hutan dan lahan di musim kemarau 2024.

Ardhasena mengatakan meningkatkan optimalisasi fungsi infrastruktur sumber daya air pada wilayah urban atau yang rentan terhadap banjir, seperti penyiapan kapasitas pada sistem drainase, sistem peresapan dan tampungan air, agar secara optimal dapat mencegah terjadinya banjir.

Selain itu juga perlu dipastikan keandalan operasional waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya untuk pengelolaan curah hujan tinggi saat musim hujan dan penggunaannya di saat musim kemarau.

“Terkait penanganan musim kemarau, meskipun kemarau 2024 diprediksi tidak sekering kemarau 2023, maka tetap perlu diwaspadai potensi kebakaran hutan dan lahan di tahun 2024 khususnya pada periode kemarau pertama di bulan Februari 2024 untuk wilayah pesisir Sumatera bagian Timur, maupun periode kemarau periode kedua mulai Mei 2024 untuk wilayah lainnya yang rawan Karhutla,” pungkasnya. (ant/feb/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
35o
Kurs