Jumat, 22 November 2024

Bersatu Melindungi Alam Jawa Timur, BPBD dan DLH Bahas Tantangan Bencana dan Lingkungan

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Satriyo Nurseno Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jatim dan Ayu Mustika Dewi Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLH Jatim saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Selasa (22/10/2024). Foto: Chandra suarasurabaya.net

Dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan menanggulangi bencana alam, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur (Jatim) dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jatim membahas berbagai tantangan dan strategi yang diperlukan untuk menjaga lingkungan serta melindungi masyarakat dari bencana.

Satriyo Nurseno Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jatim memaparkan bahwa saat ini terdapat 14 ancaman bencana yang mengintai Jawa Timur.

“Sebagian besar wilayah Jawa Timur masih mengalami kekeringan, sementara beberapa daerah lain sudah menghadapi banjir dan longsor,” jelasnya dalam Talkshow “Merawat Bumi Majapahit” di Radio Suara Surabaya pada Selasa (22/10/2024) pagi.

Kondisi tersebut membuat peta rawan bencana terus diperbarui seiring dengan degradasi lingkungan dan perubahan iklim yang terjadi.

Ia menambahkan bahwa 27 kabupaten dan kota, termasuk empat kabupaten di Madura, Tuban, Bojonegoro, Lamongan, dan Gresik, sedang mengalami kekeringan.

Meskipun beberapa daerah, seperti Lumajang, baru saja mendapatkan hujan, masih ada desa-desa yang tetap terancam kekeringan. Di sisi lain, Probolinggo dan Terenggalek melaporkan kejadian banjir dan longsor, di mana jembatan putus menjadi isu kritis.

Ia menambahkan, dalam Pergub Nomor 53 tahun 2023, BPBD telah menyusun berbagai kebijakan untuk meningkatkan ketahanan daerah sebagai strategi penanggulangan bencana.

“Kami mendukung penelitian-penelitian kebencanaan, serta mitigasi struktural dan non-struktural. Kami juga berfokus pada pengurangan risiko dan peningkatan indeks ketahanan daerah,” kata Satriyo.

Ia juga menekankan tentang pentingnya kolaborasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Sebab dampak dari degradasi lingkungan dan perubahan iklim sangat besar.

“Jika kita tidak bisa mengelola dampaknya, kebencanaan akan semakin meningkat,” tambahnya.

Lalu dalam hal kesiapsiagaan bencana, Satriyo membagi mitigasi menjadi dua kategori: struktural dan non-struktural. Mitigasi non-struktural meliputi sosialisasi dan pengembangan desa tangguh bencana serta program sekolah Siaga Bencana.

Sedangkan mitigasi struktural berfokus pada infrastruktur yang memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat, seperti jembatan yang menghubungkan daerah-daerah vital.

Sementara itu, Ayu Mustika Dewi Ayu Mustika Dewi Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLH Jatim menyoroti pentingnya kerja sama lintas sektor dalam menjaga lingkungan hidup.

“Lingkungan hidup tidak hanya sekadar tempat kita tinggal; meliputi air, udara, dan sungai. Kami berupaya melakukan penanggulangan dan pemulihan secara konkret,” ujarnya.

Ayu juga menekankan bahwa pencemaran udara dan kerusakan lingkungan di Jawa Timur sangat serius. “Pencemaran ini dapat disebabkan oleh emisi dari kendaraan, industri, dan kebakaran hutan,” jelas Ayu.

Ayu menambahkan bahwa Dinas Lingkungan Hidup berperan dalam pengawasan dan pengendalian pencemaran lingkungan. Selain itu, diperlukan kolaborasi antara Dinas Lingkungan Hidup, pelaku usaha, dan masyarakat untuk mengatasi isu ini. (saf/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
35o
Kurs