Senin, 25 November 2024

Banggar DPR Sampaikan Lima Saran untuk Pemerintah Antisipasi Dampak Perang Iran-Israel

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Said Abdullah Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Foto: Banggar DPR RI

Said Abdullah Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI meminta pemerintah mengambil langkah-langkah strategis secara proaktif untuk mengantisipasi dampak dari konflik Israel dengan Iran.

Pertama, dia menyarankan pemerintah mengambil langkah diplomatik aktif melalui lembaga internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Menurutnya, langkah tersebut bertujuan untuk mendorong gencatan senjata antara kedua negara tersebut, sekaligus mendukung upaya perdamaian antara Israel dan Palestina.

Said juga menekankan pentingnya agar PBB memiliki peran yang lebih signifikan dalam upaya menciptakan perdamaian dunia.

“Upaya tersebut memang tidak mudah, karena dukungan kuat dari Amerika Serikat (AS) dan Inggris kepada Israel,” kata Said dalam keterangannya kepada media, di Jakarta, Kamis (18/4/2024).

Legislator dari PDI-m Perjuangan itu menilai dari perspektif ekonomi, meningkatnya ketegangan di Timur Tengah yang mengakibatkan kenaikan harga minyak dunia memberi keuntungan bagi dua blok politik utama, yaitu Tiongkok dan Rusia, serta AS, Arab Saudi, dan Kanada, yang semuanya merupakan produsen minyak bumi dan senjata utama di dunia.

Langkah kedua, kata Said, pemerintah harus memastikan pasokan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.

“Indonesia bergantung pada impor minyak mentah dan hasil minyak sekitar 3,5 juta ton per bulan, merujuk data pada 2023,” imbuhnya.

Apabila konflik berlanjut, lanjut Said, jalur suplai minyak bumi melalui Selat Hormuz dapat terganggu. Apalagi, Iran merupakan salah satu produsen minyak bumi terbesar di dunia dengan produksi hingga 3,45 juta barel per hari pada 2023.

Konsekuensi dari kenaikan harga minyak dunia akan memberikan beban besar bagi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Oleh karena itu, sebagai langkah ketiga, pemerintah harus mempersiapkan APBN untuk menghadapi tekanan eksternal yang diakibatkan oleh kenaikan harga minyak dan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS.

“Jika setiap Rupiah melemah Rp500 dan harga minyak naik 10 Dollar AS per barel, diproyeksikan anggaran subsidi atau kompensasi akan meningkat Rp100 triliun,” jelas Said.

Dia mengungkapkan, APBN 2024 menetapkan nilai tukar Rupiah senilai Rp15.000 per Dollar AS dan harga minyak mentah di Indonesia Crude Price (ICP) atau minyak mentah Indonesia 82 Dollar AS per barel.

Namun, beberapa pengamat memperkirakan harga minyak mentah dapat mencapai 120 Dollar AS per barel jika distribusi melalui Selat Hormuz terganggu, mengingat jalur itu mendukung 21 persen dari total lalu lintas minyak dunia.

Selanjutnya, langkah keempat, sebut Said, pemerintah harus memastikan ketersediaan Dollar AS bagi para importir komoditas strategis seperti bahan pangan dan minyak bumi, setidaknya untuk enam bulan ke depan, guna memastikan efektivitas lindung nilai.

“Selain itu, perlu terus dikembangkan skema pembayaran yang lebih variatif, seperti mengembangkan local currency settlement (LCS) untuk mengurangi ketergantungan pada Dollar AS, terutama pada pembayaran komoditas strategis di sektor pangan dan energi,” jelasnya.

Kelima, lanjut Said, pemerintah harus memastikan kemampuan untuk membayar Surat Berharga Negara (SBN) dan utang luar negeri yang denominasinya dalam Dollar AS, mengingat tren depresiasi rupiah terhadap dollar AS yang telah diperkirakan dalam APBN 2024.

Perang berdampak pada beberapa komoditas strategis global Seperti diketahui, Iran secara resmi mengumumkan penghentian serangan terhadap Israel setelah melakukan serangan langsung pada Sabtu (13/4/2024).

Serangan tersebut langsung berdampak pada kenaikan beberapa komoditas strategis secara global, termasuk harga minyak yang naik menjadi 90,5 Dollar AS per barel dari posisi sebelumnya di angka 89 Dollar AS per barel.

“Meski pun Iran telah menyatakan penghentian serangan terhadap Israel, apakah hal ini berarti perang antara kedua negara akan berakhir? Kami berharap serangan ini bisa berakhir. Sehingga, ketegangan di Timur Tengah dapat mereda,” timpal Said.

Merujuk tren yang ada, dia memprediksi kemungkinan eskalasi geopolitik di Timur Tengah tetap tinggi. Sejak pecah Revolusi 1979, Iran telah mengubah orientasi kebijakan luar negerinya terhadap Israel, dan kedua negara telah terlibat dalam perang proksi yang berlangsung cukup lama.

“Oleh karena itu, perkiraan saya permusuhan antara keduanya tidak akan segera berakhir dalam waktu dekat, dan konfrontasi lanjutan bisa terjadi kapan saja,” pungkas Said.(rid)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
28o
Kurs