Antisipasi konflik sosial dan kerusakan lingkungan, Kementerian Agama Republik Indonesia, United in Diversity, dan Jaringan GUSDURian gelar agenda Bali Interfaith Movement yang berpuncak di Bali tanggal 14-15 Desember 2024.
Rangkaian agenda itu sebelumnya sudah diselenggarakan di 15 perguruan tinggi keagamaan negeri yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Puncak agenda tersebut dihadiri inisiator utama Bali Interfaith Movement, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA. Menteri Agama Republik Indonesia,
Menag menyampaikan dukungan penuh untuk lingkungan yang berkelanjutan. “Saya ingin memberikan dukungan penuh untuk inisiatif-inisiatif tentang lingkungan. Kita menggunakan bahasa agama. Kami mengembangkan religious diplomacy,” pesannya. Menag ingatkan bahwa jika bekerja dengan hati nurani maka semua pihak tidak akan tersekat-sekat.
Inisiator Bali Interfaith Movement lainnya, Alissa Wahid yang juga Ditektur Jaringan GusDurian menegaskan, Deklarasi Istiqlal menjadi kerangka kerja dan semangat dari kegiatan kolaborasi tersebut. Deklarasi Istiqlal, menurut Alissa, perlu terus digemakan dan menjadi inspirasi untuk semua umat.
Hal serupa disampaikan juga oleh Prof. Kamaruddin Amin Dirjen Bimas Islam. Deklarasi Istiqlal merespons dua masalah, yaitu dehumanisasi dan krisis lingkungan.
“Semua pihak hendaknya terlibat dalam menanggulangi persoalan-persoalan ini. Dan, jajaran Ditjen Bimas di lingkungan Kemenag bersama tokoh lintas agama akan terus mengamplifikasi dan menggelorakan semangat deklarasi Istiqlal ini,” tegasnya.
Bali Interfaith Movement sebagai bagian dari Tri Hita Karana Universal Reflection Journey menurut Dr. Suyoto M.Si dari United in Diversity membawa pada situasi global sebagai konteks yang tak terpisahkan dari situasi nasional. Gaung untuk membangun harmoni dan merawat bumi menjadi hal yang sedang digaungkan secara global.
Menurutnya, membangun kesadaran kolektif dan tindakan berkelanjutan bisa menggunakan pendekatan agama sebagai langkah transformasi yang berkelanjutan.(vin/rid)