Tuberkulosis (TBC) masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang signifikan di Jawa Timur (Jatim). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim, hingga Oktober 2024, tercatat sebanyak 73.247 kasus TBC di wilayah ini.
Meski demikian, tantangan besar yang dihadapi adalah belum semua kasus TBC mendapatkan pengobatan yang tepat. Hal ini berpotensi menjadikan TBC sebagai sumber penularan yang terus berkembang.
Menurut drg. Sulvy Dwi Anggraeni Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jatim, Jawa Timur menyumbang angka kasus TBC terbanyak kedua setelah Jawa Barat.
“Jadi yang menjadi tantangan adalah, ini masih bisa menjadi sumber penularan. Tapi kami selalu berupaya untuk menekankan kepada pasien TBC, jika sudah terdiagnosis TBC, ayo diobati. Sebab pada prinsipnya TBC bisa disembuhkan,” kata Sulvy saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Rabu (6/11/2024) pagi,
Penyakit TBC, yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, memiliki potensi mematikan jika tak ditangani dengan baik. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyebut TBC sebagai penyakit yang setara dengan Covid-19 dalam hal kematian.
Namun, Sulvy menegaskan bahwa jika TBC ditemukan sejak dini, penyakit ini bisa sembuh dengan pengobatan yang tepat.
“TBC bisa disembuhkan jika ditangani dengan benar. Tapi, jika terlambat terdiagnosis atau pengobatannya tidak dilanjutkan, risikonya bisa berujung pada kematian,” terang Sulvy.
Dalam upaya menanggulangi TBC, Dinkes Jatim terus mengampanyekan pentingnya deteksi dini dan pengobatan yang tuntas. “Kami selalu mengingatkan masyarakat agar tidak menjauhi orang yang terdiagnosis TBC. Sebaliknya, yang perlu dilakukan adalah mengenali gejala penyakit ini dan segera memulai pengobatan,” lanjutnya.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah kurangnya pemahaman sebagian masyarakat mengenai cara penularan TBC, yang umumnya menyebar melalui percikan air liur saat batuk atau bersin.
Oleh karena itu, salah satu cara pencegahan yang paling sederhana namun efektif adalah dengan mengenakan masker saat sakit, serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar.
“Terkait pengendalian, artinya yang sakit jangan sampai parah dan jangan sampai menularkan kepada kelompok masyarakat yang lebih luas,” sebut Sulvy.
Selain peran masyarakat dan pemerintah daerah, dukungan dari sektor swasta juga sangat dibutuhkan untuk memberantas TBC.
Indra SW Junor General Affairs Section Manager PT. Smelting menegaskan komitmen perusahaan untuk terus berpartisipasi dalam penanggulangan TBC di Jawa Timur.
“Selama lima tahun terakhir, kami fokus pada penanganan TBC, dan kami akan melanjutkan upaya tersebut untuk lima tahun ke depan,” tegas Indra.
PT. Smelting menjadi salah satu contoh perusahaan yang terlibat dalam program penanggulangan TBC. Kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta diharapkan dapat mempercepat penemuan kasus-kasus baru dan memberikan pengobatan yang lebih efektif, terutama di daerah-daerah dengan prevalensi tinggi.
Di balik upaya-upaya tersebut, masih terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah kurangnya pemahaman masyarakat mengenai TBC dan pentingnya pengobatan yang tuntas.
Untuk itu, Dinkes Jatim terus berupaya untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang TBC, cara penularannya, dan bagaimana mencegahnya.
Sulvy juga berharap seluruh pemangku kepentingan, termasuk pimpinan daerah, dapat menyadari pentingnya penemuan kasus TBC sejak dini, dengan menganggapnya sebagai bagian dari upaya besar untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, Jawa Timur diharapkan bisa menurunkan angka kasus TBC secara signifikan.
“Penanganan TBC adalah tanggung jawab bersama. Kami berharap melalui upaya ini, lebih banyak kasus TBC dapat ditemukan lebih cepat dan diobati sesuai standar, sehingga masyarakat bisa sembuh dan tidak ada lagi penularan di komunitas,” terang Sulvy. (saf/iss)