Jumat, 22 November 2024

Akibat Kasus Gus Samsudin, MUI Jatim Ingatkan Lagi Soal Pemberian gelar ‘Gus’

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
KH Moh Hasan Mutawakkil Allallah Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Moh Hasan Mutawakkil Allallah Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Foto: Humas MUI Jatim

KH Moh Hasan Mutawakkil Allallah Ketua MUI Jawa Timur (Jatim) meminta masyarakat benar-benar memahami arti tambahan Gus dan mengimbau agar tidak mudah menyematkan tambahan ‘Gus’ kepada seseorang.

Hal ini berkaitan dengan kasus Gus Samsudin yang ditahan usai jadi tersangka kasus video viral pengajian boleh tukar pasangan.

Seperti diketahui, isi dari video itu sejumlah orang yang duduk di kursi memakai baju panjang memberikan arahan kepada sejumlah pengikutnya untuk ganti pasangan dengan syarat suka sama suka yang dinilai tidak masuk akal.

Sebab, dalam video itu membawa agama dan isinya menyimpang dari ketentuan, yang mengakibatkan masyarakaat luas pun resah dengan beredarnya video tersebut.

Syamsudin, pelaku dan pemilik akun konten tersebut yang terkenal seorang tokoh penyembuhan penyakit asal Kabupaten Blitar, kini berurusan dengan pihak Kepolisian Jawa Timur.

Kiai Mutawakkil Ketua MUI Jatim mengatakan sebutan ‘gus’ yang kurang tepat untuk disematkan kepada seseorang, akan berakibat tak baik pada orang lain, bahkan pada institusi keagamaan.

“Untuk literasi keagamaan, agar tidak gunakan nomenklatur keagamaan untuk konteks yang tidak pas, seperti nyebut Samsudin dengan Gus atau penggunaan kiai dan lainnya,” kata Mutawakkil dalam keterangan pers, Senin (4/3/2024).

Menurutnya, seseorang yang dipanggil ‘Gus’ harus jelas keturunannya.

“Gus itu panggilan untuk kiai atau ulama, dan nasabnya jelas,” tegasnya.

Selain itu, Prof Akh Muzakki Sekretaris Umum MUI MUI Jatim juga menjelaskan bahwa pelaku menyebut hal itu sebagai edukasi dan tidak bisa dibenarkan.

“Yang disebut edukasi itu orientasinya positif. Islam sama sekali tidak mengajarkan sebagaimana yang ada di konten tersebut. Nah, soal tukar pasangan suami-istri, ini betul-betul penyimpangan dari ajaran Islam dan yang diyakini umat Islam. Masuk kategori ajaran sesat,” ucapnya.

“Kami mendukung penuh langkah Polri supaya tidak ada lagi yang membuat konten agama untuk kepentingan pribadi, misalnya agar ratingnya tinggi,” tambah Muzakki.

Kemudian, Wakil Rois Syuriah PWNU Jatim pun meminta warga untuk selektif dalam memilih seseorang untuk panutan agama. Karena hal itu, bisa mendapat ajaran-ajaran islam yang sesuai kaidah agama dan tidak melenceng dari Al-Qur’an.

“Carilah panutan agama yang sanad keilmuannya jelas, sosoknya jelas. Jangan sampai membuat kegaduhan di masyarakat dengan ajaran-ajaran yang melenceng,” ucapnya.

Ia juga mengimbau kepada wartawan dan media agar tidak mudah menyematkan kata gus atau kiai kepada orang yang nasabnya tidak jelas.

Sebelumnya, Gus Samsudin sendiri pernah blak-blakan soal panggilan Gus kepada dirinya. Ini dikatakan Samsudin saat menjalani memberi kesaksian terkait laporannya kepada Pesulap Merah di Mapolda Jatim, pada 13 Agustus 2022.

Ia mengaku bukan merupakan keturunan kiai. Namun, sebutan Gus yang melekat pada dirinya merupakan sebutan dari orang Jawa.

“Nama Gus sendiri kalau di dalam orang Jawa, Gus itu anak laki-laki, cah bagus,” kata Gus Samsudin kala itu.

Ia pun tak memaksa orang-orang memanggil namanya dengan sebutan gus. Masyarakat bebas memanggil namanya dengan sebutan lain atau hanya namanya saja.

“Kalau memanggil saya, ya silakan mau dipanggil apapun. Itu orang yang memanggil saya, bukan saya,” jelasnya. (sya/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs