Jumat, 29 November 2024

Akademisi Sebut Rencana Mendiktisaintek Ganti Ranking Kampus dengan Capaian Punya Potensi Bagus

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Supangat Wakil Dekan I Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya. Foto: Untag Surabaya

Satryo Soemantri Brodjonegoro Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendikti Saintek) Republik Indonesia berencana mengganti sistem pemeringkatan kampus dengan pendekatan berbasis capaian.

Supangat Wakil Dekan I Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya mengatakan, ide itu cukup menarik bagi perguruan tinggi, mengingat setiap kampus memiliki karakter yang berbeda-beda.

“Capaian ini mencakup target yang ditetapkan setiap kampus sesuai janji mereka di awal tahun ajaran,” katanya kepada suarasurabaya.net, Jumat (29/11/2024).

Dengan cara itu, kata dia, institusi bisa menunjukkan keunggulannya tanpa harus mengikuti standar global yang menurutnya tidak selalu relevan. Sekaligus, menjadi salah satu upaya dalam mengatasi praktik obral gelar akademik.

Tetapi, lanjut dia, ada tantangan dalam sistem capaian, yakni untuk menentukan indikator yang obyektif dan bisa diukur secara jelas. Indikator itu harus mencakup kontribusi kampus pada masyarakat. Seperti dampak penelitian, kerjasama global, dan efektivitas pengabdian masyarakat.

“Kebijakan berbasis capaian juga memerlukan sistem informasi yang transparan dan dapat diandalkan. Sistem informasi yang baik memungkinkan perguruan tinggi untuk mengevaluasi standar pembelajaran, penelitian, hingga fasilitas yang ada secara berkelanjutan. Dengan begitu, capaian kampus tidak hanya terlihat di atas kertas, tetapi juga nyata dirasakan masyarakat,” jelasnya.

Untuk sistem pemeringkatan sendiri, ia menjelaskan bahwa salah satu kelemahannya adalah adanya ketergantungan pada survei akademik dan reputasi lulusan, yang mencapai 45-50 persen dari total skor peringkat.

“Hal ini membuat perguruan tinggi pengajaran (teaching university) sulit bersaing dengan universitas riset (research university), yang memiliki program doktoral dan menghasilkan penelitian berpengaruh besar,” ujarnya.

Pada tahun 2023, jelas dia, lima perguruan tinggi yang ditargetkan sejak 2015, berhasil masuk dalam Top 500 QS WUR. UI mencatat kenaikan dari peringkat 248 ke 237, Unair naik dari peringkat 369 ke 345. Sedangkan UGM turun dari 231 ke 263, ITB turun dari 235 ke 281, dan IPB turun dari 449 ke 489.

“Data tersebut menggambarkan tantangan besar bagi perguruan tinggi di Indonesia untuk mencapai peringkat Top 200 dunia sejak 2019. Sebagian besar institusi mengalami penurunan peringkat, dengan hanya sedikit yang berhasil mencatatkan peningkatan secara konsisten dalam lima tahun terakhir,” jelasnya.

Dengan kondisi itu, ia mengatakan bahwa kebijakan berbasis capaian meruapakan langkah awal untuk membangun ekosistem pendidikan tinggi yang lebih adil dan relevan. Dengan memadukan kelebihan sistem pemeringkatan dan capaian, perguruan tinggi di Indonesia dapat terus meningkatkan kualitas secara berkelanjutan.

Lebih lanjut, jika diterapkan dengan transparansi dan berbasis data, kebijakan tersebut bisa menjadi pondasi pendidikan tinggi Indonesia untuk mencapai visi besar yaitu menciptakan universitas kelas dunia pada tahun 2045.

“Inspirasi dari kampus dunia, membangun budaya kerja keras dan lingkungan belajar yang mendukung adalah kunci kesuksesan. Sebagai contoh, TU Delft di Belanda menyediakan fasilitas belajar hingga tengah malam, dengan suasana perpustakaan yang kondusif. Mahasiswa di sana serius belajar, sehingga universitas ini berhasil menjadi salah satu yang terbaik di dunia,” pungkasnya. (ris/bil/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 29 November 2024
26o
Kurs