Eddy Christijanto Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya mengungkap hingga saat ini ada temuan 61.750 KK yang waktu dicrosscheck tidak ada di alamat tempat tinggalnya.
Para pemiliknya terindikasi pindah kelurahan, kecamatan hingga kabupaten/kota lain diluar Surabaya, namun tidak mengonfirmasi perangkat RT/RW domisili KK-nya terdaftar.
“Pemerintah kota ingin de facto, kenyataan dia domisili dengan kenyataan adminduk-nya itu sama. Sehingga ketika pemerintah kota, ketua RT/RW, lurah, camat, atau institusi yang lain mencari orang itu memang ada (di alamat tinggalnya),” ujar Eddy waktu mengisi program Wawasan Suara Surabaya, Senin (3/6/2024).
Jika tak kunjung diurus, Eddy mengingatkan kalau puluhan ribu KK tersebut terancam diblokir oleh Dispendukcapil karena banyak dikeluhkan oleh pemilik rumah yang kerap dapat tagihan kredit dan sebagainya.
Baca juga: Aturan Baru, Kini Satu Rumah di Surabaya Maksimal 3 KK
“Kami dapat banyak surat dari pemilik rumah yang mengajukan blokir. Karena dia waktu membeli rumah itu, penjualnya masih (tercatat) KK disitu (alamat lama), sehingga tagihan kartu kredit masih disitu. Nah yang seperti ini langsung kita tindaklanjut ke Ditjen Dukcapil untuk dilakukan pemblokiran ,” ujarnya.
Tapi meski diblokir, Eddy memastikan kalau data kependudukannya tidak hilang, hanya dibekukan sementara. Pemilik data adminduk tersebut masih bisa dipulihkan dengan mengonfirmasi ke Dispendukcapil.
“Ketika di blokir, akhirnya mereka datang ke kami, datang ke kelurahan, kecamatan. Baru tertib,” ucap mantan Kepala Satpol PP Kota Surabaya itu.
Untuk diketahui, dalam upaya menjaga ketertiban administrasi kependudukan dan memastikan standar kehidupan yang layak bagi warga, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah mengumumkan langkah-langkah baru terkait layanan pecah Kartu Keluarga (KK).
Salah satunya pemberlakuan pembatasan, di mana hanya tiga KK dalam satu alamat rumah. Aturan tersebut berlaku sejak 31 Mei 2024, berdasarkan Surat No: 400.12 /10518/436.7.11/2024 dan ditandatangani Sekretaris Daerah Kota Surabaya.
Eddy Christijanto mengatakan, kebijakan itu berangkat temuan data satu alamat berisikan 50-100 KK oleh Eri Cahyadi Wali Kota, yang pada saat dicrosscheck di lapangan, ternyata banyak dari anggota KK tersebut tidak ada di lokasi.
“Data di kami, yang saat ini sedang diproses, ada 61.750 KK yang orangnya tidak ada di tempat (alamatnya). Kami tidak tahu apakah mereka pindah ke kecamatan lain, pindah ke kelurahan lain, atau mereka bertempat tinggal di kota lain. Itu masih belum kami ketahui karena mereka belum melaporkan ke ketua RT/RW. Itu yang dilaporkan,” jelas Eddy.
Kemudian alasan kedua diberlakukannya kebijakan tersebut, banyaknya temuan jumlah penghuni suatu alamat/rumah yang luasnya tidak sesuai dengan standar rumah sehat.
Dia mencontohkan, ada temuan rumah dengan ukuran 4×6 meter yang dihuni 10 KK. Menurutnya, hal tersebut sangat tidak masuk akal, karena jika per KK ada empat orang, maka ada 40 jiwa yang tinggal di rumah seluas 24 meter persegi.
“Pemerintah sangat zalim kalau misalnya (membiarkan) terjadi seperti itu. Akhirnya dari latar belakang itulah kami melakukan upaya untuk penertiban terkait dengan KK ini,” ujarnya.(bil/ipg)