Sebanyak 5 Warga Negara Indonesia (WNI) diamankan di Terminal 2 Bandara Juanda pada Sabtu (9/11/2024). Mereka diduga terlibat dalam penjualan ginjal ilegal ke India.
Kelima WNI tersebut diamankan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya yang bekerja sama dengan personel Lanudal Juanda saat berada di Bandara Juanda.
Mereka adalah AFH (31) dan AWSR (28) asal Sidoarjo, kemudian RAHM (29) asal Malang, serta MBA (29) dan NIR (28) asal Sukoharjo.
Ramdhani Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Surabaya menjelaskan, terungkapnya kasus ini bermula dari kecurigaan petugas terhadap keterangan salah satu penumpang.
WNI yang dicurigai tersebut berencana menggunakan penerbangan Malindo Air dengan nomor penerbangan OD353, rute Surabaya-Kuala Lumpur.
Penerbangannya kemudian dilanjutkan dengan nomor penerbangan OD205 rute Kuala Lumpur-Delhi. Petugas merasa ada kejanggalan saat pemeriksaan di konter keberangkatan.
“Ketika tiba di pemeriksaan awal di konter keberangkatan, tim kami merasa curiga dengan WNI tersebut. Keterangan yang disampaikan oleh WNI itu banyak kejanggalan. WNI ini mengaku hendak berobat, namun informasi yang diberikan tidak sinkron dengan data yang mereka miliki,” ujar Ramdhani pada Senin (11/11/2024).
WNI yang mengaku berobat itu adalah AFH dan AWSR. Keduanya berencana pergi ke luar negeri untuk mengobati penyakit kulit.
“AFH dan istrinya, AWSR, mengaku kepada kami bahwa mereka berniat bepergian dengan alasan pengobatan penyakit kulit. Namun, dokumen medis yang dimiliki ternyata mengarah pada pemeriksaan urologi dan transplantasi ginjal,” jelasnya.
Berdasarkan kecurigaan tersebut, petugas segera melakukan penyelidikan dan mengamankan tiga orang lainnya di bandara yang diduga terlibat dalam praktik penjualan ginjal.
Hasil penyelidikan mengungkapkan bahwa kelima WNI tersebut bukanlah pelaku tunggal, melainkan terlibat dalam jaringan terstruktur yang memanfaatkan platform digital untuk memfasilitasi transaksi.
“Kami menemukan komunikasi digital yang menunjukkan keterlibatan perantara dan pendonor, serta penggunaan media sosial untuk mencari korban baru,” ungkap Ramdhani.
Dalam melakukan praktik jual beli ginjal ini, mereka dijanjikan uang sebesar Rp 600 juta setiap kali melakukan transplantasi ginjal.
“Biaya Rp600 juta itu tidak diberikan sekaligus. Pembayaran dilakukan bertahap, dimulai dengan Rp 2juta, dan sisanya diserahkan setibanya di India setelah menjalani operasi,” terangnya.
Sementara itu, Kolonel Laut (P) Dani Achnisundani Komandan Pangkalan Udara TNI AL (Danlanudal) Juanda Puspenerbal mengungkapkan bahwa mereka bekerja sama dengan tim lain yang keberadaannya masih dalam penyelidikan.
“Yang jelas, ada tim penerjemah dan tim asistensi di sana yang menangani pola makan, jaminan, dan lainnya,” jelas Dani.
Dani juga menyebutkan bahwa dua di antara pelaku sebelumnya sudah pernah menjual ginjal. Mereka adalah pasangan suami istri, namun petugas tidak menyebutkan identitas keduanya.
Dari pengakuan keduanya, mereka berniat menjual ginjal untuk kebutuhan ekonomi karena sang suami terlilit hutang pinjaman online.
“Ternyata, yang bersangkutan menghadapi masalah ekonomi. Saat kami tanyakan, mereka mengaku terlilit hutang pinjaman online. Karena itu, sang istri berniat membantu suaminya dengan mengikuti menjual ginjal,” kata Dani.
“Padahal, sebelumnya sang suami baru saja menjual ginjal pada tahun 2023,” imbuhnya.
Dani menyebutkan, pihak Lanudal Juanda akan melimpahkan kasus ini ke Polda Jawa Timur untuk penyidikan dan pengembangan lebih lanjut.
“Setelah selesai pemeriksaan di imigrasi, kami akan melimpahkan kasus ini ke pihak terkait, dalam hal ini Polda Jawa Timur,” ungkapnya.
Dari hasil pemeriksaan sementara, kelima WNI tersebut diduga melanggar Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Pasal 432 yang menyatakan bahwa setiap orang yang memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan alasan apapun dapat dijatuhi pidana.
Mereka juga didakwa melanggar Pasal 124 ayat (3) dengan ancaman pidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar. (wld/saf/ipg)