Distribusi bantuan logistik dari pemerintah bagi korban terdampak gempa belum merata, hal itu dirasakan 33 sanak saudara yang mengungsi bersama di areal persawahan Desa Dekatagung, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik.
Mereka terdiri dari 11 kartu keluarga (KK) yang berasal dari Dusun Prapat Tunggal, Kecamatan Sangkapura. Dua rumah dari dua antara 33 keluarga itu mengalami rusak parah, sedangkan sisanya rusak ringan dan sedang.
Musliha (40) mengaku semua saudara dan keluarganya sudah mengungsi di areal persawahan itu pascagema berkekuatan magnitudo 6.5 mengguncang Pulau Bawean pada Jumat (22/3/2024) sore.
Mereka mendirikan tenda warna biru dan beralaskan terpal. Ukurannya sekitar 6 x 15 meter. Musliha menyebut, ia dan semua keluarga dan saudaranya masih trauma dengan guncangan gempa sehingga mengungsi di areal persawahan yang cukup lapang.
“Setelah gempa itu rumah saya agak miring (temboknya) saya jadi takut kalau mau masuk rumah lagi,” katanya ditemui suarasurabaya.net Selasa malam.
Di antara 33 sanak saudara itu, ada lima anggota keluarga yang masih anak-anak dan dua balita. Mereka harus bertahan sementara di tempat pengungsia, tanpa penerangan yang memadai dan cukup jauh dari pemukiman.
Musliha mengaku bantuan dari pemerintah belum sampai ke tenda pengungsiannya. Padahal mereka sangat membutuhkan bahan pokok makanan untuk orang dewasa, makanan untuk anak-anak, dan pampers untuk bayi.
“Kalau malam banyak angin, embun juga netes (dari tenda) ke bawah kena kami. Nyamuknya juga banyak. Bantuan dari pemerintah katanya sudah ada tapi belum sampai ke kami, itu aja pampers bayi dibelikan pak RT kemarin,” ujarnya.
Wanita berusia 40 tahun itu mengaku sangat memerlukan bantuan logistik dari pemerintah untuk pengungsian sementara ini. Mereka juga masak ala kadarnya setiap hari sejak melakukan pengungsian.
“Sudah lima hari ini belum dapat (bantuan makanan) tapi alhamdulillah sampai hari ini kebutuhan masih cukup, kesehatan juga. Kemarin sudah dicheck up kesehatan dua kali,” tuturnya.
Sementara itu saudaranya, Masrufa (40) hanya berharap bantuan dari pemerintah segera datang. “Harapannya ya bantuannya cepat (ke sini), banyak yang turun belum sampai ke sini, sudah lima hari belum ada. Selama ini bantuan datang dari warga kampung sini dan saudara-saudara jauh,” ucap Masrufa.
Rasa trauma dari gempa di Pulau Bawean masih menghantui sebagian warga. Keputusan untuk tinggal di luar rumah jadi alasan warga setempat agar selamat dari intaian guncangan gempa yang datang setiap saat.
Meski skala kekuatan gempa relatif lebih kecil, namun guncangan berkekuatan magnitudo 6.5 pada Jumat kemarin menyisakan ketakutan di memori mereka.
“Ya setelah gempa Jumat sore itu, kami langsung keluar rumah mencari tempat pengungsian yang tidak jauh dari tempat kami. Agar aman karena masih trauma saya,” kata Masrufa.
Sementara bantuan logistik dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur sudah tiba di Pulau Bawean pada Senin (25/3/2024) malam kemarin. Bantuan yang dikirim menggunakan Kapal SAR KM Permadi mengangkut bantuan makanan, terpal, tenda, dan selimut.
Adhy Karyono Pj Gubernur Jawa Timur menegaskan, dalam masa tanggap darurat ini kebutuhan masyarakat pengungsi di Pulau Bawean Gresik harus terpenuhi.
“Bahwa ketika tanggap darurat adalah memastikan logistik kebutuhan dari penyintas yang mengungsi itu terpenuhi kebutuhannya,” ujar Adhy, Senin (25/3/2024) siang.
Selain kebutuhan logistik untuk permakanan, bantuan untuk ketersediaan dapur umum juga dikirim menggunakan kapal ini. Adhy menyebut, pengiriman bantuan perlatan dapur ini supaya memudahkan masyarakat untuk memasak.
“Kita di sini bawa peralatan dapur umumnya untuk masak nanti, supaya memudahkan mungkin untuk mereka sahur ini karena mereka juga masih mengungsi,” katanya.(wld/iss)