Angka pernikahan anak di Provinsi Jawa Timur diklaim terus mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir. Data yang tercatat oleh Pengadilan Tinggi Agama Surabaya pada 2023 kemarin, angka dispensasi nikah di Jatim mencapai 12.334 kejadian. Artinya, ada 24.668 anak yang menikah dengan dispensasi.
Angka nikah di bawah umur pada 2023 tersebut mengalami penurunan sejak 2021, yang mana pada tahun itu mencapai 17.151 kemudian turun 11,99 persen pada tahun 2022 menjadi 15.095. Pada tahun 2023 turun lagi sebesar 18,29 persen.
Adhy Karyono Penjabat (Pj) Gubernur Jatim menjelaskan, dispensasi nikah merupakan pemberian hak kepada seseorang untuk melakukan pernikahan meski belum mencapai batas minimum usia perkawinan, yaitu 19 tahun.
“Adanya penurunan dispensasi ini sejalan dengan pencegahan perkawinan anak yang terus kita lakukan,” kata Adhy Karyono dalam keterangannya, Minggu (21/4/2024).
Mantan Sekda Provinsi Jatim itu menyatakan, pihaknya terus bekerjasama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jatim dan kabupaten/kota untuk mencegah perkawinan anak.
“Kita terus masif menyosialisasikan tentang bahaya pernikahan anak. Karena pada dasarnya pernikahan anak itu lebih banyak menimbulkan masalah mulai kesehatan hingga sosial,” ujar Adhy Karyono dalam keterangannya, Minggu (20/4/2024).
Menurut Adhy, seorang anak memiliki peran strategis dalam pembangunan sumber daya manusia yang maju dan berdaya saing. Sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Oleh sebab itu sejumlah stakeholder terus memberikan sosialisasi mengenai bahaya pernikahan anak terutama kepada para orangtua. Menurut Adhy, orangtua memiliki pengaruh penting untuk menekan angka pernikahan anak.
“Pernikahan sebaiknya dilakukan di usia yang memang sudah cukup sesuai aturan yang berlaku,” imbuh Adhy
Adhy menyebut, hasil kerjasama Pemprov Jatim dan pemerintah kabupaten/kota untuk menekan angka pernikahan anak juga terlihat pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim.
BPS Jatim mencatat data mengenai Proporsi Perempuan Umur 20-24 Tahun yang Berstatus Kawin atau Berstatus Hidup Bersama Sebelum Umur 18 Tahun pada 2021-2023 terus mengalami penurunan.
“Di tahun 2021 ada di angka 10,44. Kemudian turun ke angka 9,46 di tahun 2022, dan turun lagi ke angka 8,86 di tahun 2023,” tutur Adhy.
Kewajiban bagi setiap pemerintah daerah dan masyarakat untuk menenkan kasus pernikahan anak tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Timur bernomor 474.14/810/109.5/2021 tentang pencegahan perkawinan anak yang ditandatangani pada 18 Januari 2021.
Selain itu Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 85 tahun 2023 juga mengatur tentang Rencana Aksi Daerah (RAD) Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak Tahun 2023-2024 yang ditandatangani pada 5 Desember 2023.
“RAD ini menjadi landasan bagi pemerintah daerah, masyarakat, orang tua, dan anak di Jatim dalam rangka mencapai tujuan pencegahan perkawinan anak. Untuk itu, Pemprov Jatim melalui DP3AK juga terus mendorong kabupaten/kota untuk segera menyusun RAD,” terangnya.(wld/iss)