Eddy Setiadi Soedjono Profesor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dari Departemen Teknik Lingkungan, mengembangkan strategi untuk mengoptimalkan pengelolaan limbah permukiman di Indonesia.
Hal itu ia pelopori, karena menurutnya saat ini pengelolaan air limbah permukiman di Indonesia masih jauh dari kata layak.
“Idealnya air limbah rumah tangga dialirkan menuju instalasi pengolahan air limbah melalui sebuah sistem perpipaan terpusat yang disebut SPALD-T. Adapun septic tank yang berada di tiap-tiap rumah akan dikuras setiap tiga tahun sekali, dan lumpurnya disalurkan ke instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT),” ucap Prof Eddy dalam keterangan yang diterima, Rabu (17/4/2023).
Namun, ia mengatakan bahwa kenyataannya berbagai institusi penting hingga permukiman penduduk di Indonesia, masih membuang limbahnya ke tangki septik.
Menurutnya, perilaku tersebut terjadi karena belum tersedianya sistem air limbah perpipaan secara luas. Bahkan, hanya satu persen penduduk yang merasakannya.
“Ini yang membuat saya terpikir, bagaimana agar ke depannya ada percepatan dalam pengelolaan air limbah permukiman,” ungkapnya.
Salah satunya inovasinya, kata Eddy, yakni pengembangan teknologi untuk menurunkan kadar amonia pada air limbah komunal. Ia melakukan riset terhadap Anaerobic Amimonium Oxidation (Annamox), sebuah proses penyisihan nitrogen secara biologis yang dapat meningkatkan kualitas air limbah.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan mendukung program pemerintah berupa Pengembangan Implementasi Jamban Sehat. Ia dan tim juga mengaku memberdayakan masyarakat, terutama golongan miskin melalui sosialisasi, pendanaan, dan penerapan teknologi pembuatan jamban sehat.
“Hal ini bertujuan agar masyarakat memiliki kesadaran untuk memiliki jamban sehat mandiri dan tidak lagi menggunakan jamban komunal,” terangnya.
Melalui program yang juga diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 tersebut, kata dia, perlahan tapi pasti akan mulai banyak desa-desa di Indonesia yang mendeklarasikan sebagai desa yang terbebas dari buang air besar sembarangan atau Open Defecation Free (ODF).
“Di Jawa Timur sendiri, setidaknya sebanyak 23 kabupaten dan kota telah mendeklarasikan wilayahnya sebagai kabupaten atau kota ODF,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Eddy mengatakan percepatan pengelolaan air limbah permukiman juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan mikroba yang bisa membantu mengurangi volume lumpur di dalam tangki septik.
Selain itu, daur ulang fosfor yang terdapat pada air limbah domestik juga potensial dilakukan, mengingat kandungan fosfornya cukup banyak sehingga dapat dimanfaatkan untuk industri pangan.
Hingga saat ini, ia mengaku masih terus mengembangkan risetnya terkait pengelolaan air limbah, seperti dalam hal pengolahan air minum dari air limbah permukiman di Indonesia.
“Pada akhirnya, untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2030 tentu membutuhkan harmonisasi, integrasi, serta komitmen dari berbagai pihak,” pungkasnya. (ris/bil/ipg)