Jumat, 22 November 2024

WHO: 413 Orang Meninggal Dunia Selama Pertempuran di Sudan

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Asap membumbung di Omdurman, dekat Jembatan Halfaya, selama bentrokan antara paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) dan tentara, di Khartoum Utara, Sudan, Sabtu (15/4/2023). Foto: Antara

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa 413 korban meninggal dunia selama pertempuran militer di Sudan.

Menurut data pemerintah Sudan, sebanyak 413 korban meninggal dan 3.551 orang terluka, kata Margaret Harris, Juru Bicara WHO dalam konferensi pers Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (21/4/2023).

Sementara itu, badan anak-anak PBB (UNICEF) mengatakan sedikitnya sembilan anak dilaporkan meninggal dalam pertempuran di Sudan, dan lebih dari 50 anak terluka parah.

Lebih lanjut, Margaret mengatakan bahwa telah terjadi 11 serangan terhadap fasilitas kesehatan, termasuk 10 serangan sejak 15 April 2023.

“Menurut Kementerian Kesehatan di Sudan, jumlah fasilitas kesehatan yang berhenti beroperasi sebanyak 20. Dan masih menurut angka Kementerian Kesehatan, jumlah fasilitas kesehatan yang berisiko berhenti adalah 12,” kata Margaret mengutip dari Antara.

Ia menjelaskan, situasi tersebut tidak hanya berdampak pada korban pertempuran, tetapi juga orang-orang lain yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Dalam konferensi pers yang sama, James Elder Juru Bicara UNICEF menyuarakan keprihatinannya atas anak-anak yang harus membayar mahal atas pertempuran mematikan itu dengan banyak jatuhnya korban anak.

“Kami sekarang mendapat laporan sedikitnya sembilan anak tewas dan sedikitnya 50 terluka. Jumlah itu akan terus meningkat selama pertempuran berlanjut,” ujar dia.

Tidak ada akses listrik

Elder mengatakan banyak orang di Sudan terjebak dan tidak memiliki akses listrik.

“Mereka takut kehabisan makanan, air, dan obat-obatan. Salah satu keprihatinan serius kami adalah tentang rumah-rumah sakit yang diserang,” kata dia.

Elder melanjutkan, bahwa sebelum terjadinya konflik militer terbaru, Sudan sudah menjadi salah satu negara dengan tingkat kasus malnutrisi pada anak tertinggi di dunia.

“Dan kami sekarang menghadapi situasi di mana dukungan penyelamat hidup kritis bagi sekitar 50.000 anak terancam,” tutur dia.

Pertempuran itu juga menimbulkan risiko terhadap “rantai dingin” di Sudan, termasuk untuk pengadaan vaksin dan insulin senilai lebih dari 40 juta dolar AS (sekitar Rp597,4 miliar) karena terputusnya pasokan listrik dan ketidakmampuan untuk mengisi kembali generator dengan bahan bakar.

UNICEF juga mendapat laporan tentang anak-anak yang berlindung di sekolah dan pusat perawatan sementara pertempuran berkecamuk di sekitar mereka, dan rumah sakit anak-anak terpaksa dievakuasi saat baku tembak semakin dekat.

Elder mengatakan bahwa sebelum meningkatnya kekerasan di Sudan, kebutuhan kemanusiaan untuk anak-anak di negara itu tinggi, dengan tiga perempat anak diperkirakan hidup dalam kemiskinan ekstrem.

Pada saat yang sama, sebanyak 11,5 juta anak dan anggota masyarakat membutuhkan layanan air dan sanitasi darurat, 7 juta anak putus sekolah, dan lebih dari 600.000 anak menderita gizi buruk akut yang parah.

Sebelumnya, telah terjadi pertempuran antara tentara Sudan (SAF) dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Ibu Kota Khartoum dan sekitarnya pada 15 April 2023.

Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat dalam suatu langkah yang oleh kekuatan politik disebut sebagai kudeta.(ant/abd/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs