Butet Kartaredjasa seniman merasa mendapat intimidasi karena sebelum menggelar pentas kesenian dimintai tanda tangan dalam sebuah surat pernyataan, yang salah satu isinya harus berkomitmen tidak bicara politik dalam pertunjukan.
“Tidak ada intimidasi verbal, tidak ada intimidasi fisik. Intimidasi itu berusaha mengontrol pikiran. Karena dalam surat permohonan izin yang biasanya tidak pernah ada, baru kali ini setelah 41 kali saya memainkan Indonesia Kita,” ucapnya saat berada di Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya seusai aksi mimbar bebas, Rabu (6/12/2023).
Dia mengatakan setelah dirinya menandatangani surat dan merasa diintimidasi, stafnya diundang Polda Metro Jaya. Dalam undangan itu, dijelaskan Polda tidak ada intimidasi, karena seluruh proses yang dilakukan sesuai prosedural.
Dia menyatakan makna intimidasi bukan hanya soal fisik, tapi juga pertunjukan atau isi konten yang dihambat juga masuk dalam kategori intimidasi.
“Kita itu kan punya kebebasan berekspresi. Kebebasan mengartikulasikan pikiran-pikiran kita. Kalau ada yang melarang itu, apa namanya kalau bukan intimidasi?” tuturnya.
Setelah merasa mendapat intimidasi, Butet menegaskan dirinya tidak akan berhenti dalam pertunjukan seni. Dia mengaku akan tetap mengekspresikan pikirannya.
“Saya tidak akan berubah. Tetap, karena saya tidak melanggar hukum, karena saya dijamin oleh Undang-undang Dasar, kongres kebudayaan mengamanahkan itu, hak dasar, hak asasi manusia untuk mengartikulasikan pikiran secara bebas,” paparnya.
“Itu bukan pelanggaran hukum, di panggung pertunjukan bicara politik bukan melanggar hukum. Kita hanya boleh takut kalau kita melanggar hukum. Selama kita tidak melanggar hukum, jalan terus,” tegasnya.
Hari ini, Butet juga kembali mengekspresikan pikiran dengan menghadiri aksi mimbar bebas yang mengusung tema menyelamatkan demokrasi di Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya.
Melalui gerakan seperti itu, dia berharap bisa menginspirasi banyak pihak untuk berjuang bersama dalam mencegah rusaknya demokrasi.
“Untuk mencegah hancurnya demokrasi, untuk menghalau orang-orang yang mengkhianati konstitusi,” pungkasnya.
Di sisi lain, Polri sebelumnya telah menegaskan komitmennya untuk tetap netral dalam kontestasi Pemilu 2024. Hal itu untuk memberi pengamanan dan memastikan pemilu berjalan aman dan sukses.
“Bapak Kapolri juga sudah menegaskan untuk netralitas menjadi pegangan bagi seluruh anggota TNI dan Polri untuk tidak memihak kepada partai politik manapun,” kata Irjen Pol. Sandi Nugroho Kadiv Humas Polri di Penjaringan, Jakarta Utara, seperti dikutip humas.polri.go.id, Kamis (5/10/2023) pekan lalu.
Dia menjelaskan, netralitas anggota Polri sudah diatur dalam undang-undang. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebut Polri harus bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis.
“Yang pasti aturannya sudah ada, sudah jelas. Itu menjadi komitmen bagi Polri untuk dilaksanakan dan ditegakkan. Karena Polri ingin pemilu ini berjalan dengan baik dengan bermartabat dan berjalan dengan jujur dan adil,” ujar Sandi.
Sandi mengatakan polisi aktif harus netral. Polri harus dapat menjaga kestabilan dan ketertiban masyarakat, sehingga proses demokrasi dapat berjalan lancar dan damai.
“Yang jelas kalau anggota polisi yang aktif, perintah Bapak Kapolri untuk melaksanakan netralitas dalam pelaksanaan kegiatan apapun,” ungkap dia. (ris/bil/rid)