Untuk menekan sampah plastik di lingkungan, produsen perlu mengambil peran dalam pengelolaan sampah, dengan mengambil kembali sampah produknya yang ada di lingkungan.
“Itu salah satu langkah yang harus dilakukan produsen,” kata Tonis Afrianto pegiat lingkungan Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) dalam siaran pers yang diterima suarasurabaya.net, Senin (23/1/2023).
Kata Tonis, berdasarkan hasil audit merek sampah di Kampung Siba, Kelurahan Sidokumpul, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur yang dilakukan sejak awal Desember 2022 oleh Ecoton dengan beberapa komunitas menunjukkan adanya 5 produsen penyumbang terbesar pencemaran sampah plastik di daerah ini.
Sampah plastik yang berada di Kampung Siba ini tidak terlepas dari peran produsen dalam membuat kemasan-kemasan plastik atau sachet kecil untuk produknya.
Menurut Tonis, produksi plastik sekali pakai yang begitu masif tanpa adanya tanggung jawab perusahaan justru akan mempersulit capaian dari target pemerintah untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai.
“Sampah plastik yang berada di Kampung Siba ini tidak lepas dari peran produsen dalam membuat kemasan-kemasan plastik atau sachet kecil untuk produknya. Karena produsen lah yang memproduksi, produsen jugalah yang seharusnya bertanggung jawab atas produksinya. Dengan begitu, sampah plastik ini tidak hanya menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Produsen pun harus terlibat,” katanya.
“Ini menunjukkan bahwa peta jalan pengurangan sampah yang diserahkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu belum menggambarkan adanya kesediaan dari para produsen itu untuk bertanggung jawab atas sampah plastik yang ditimbulkan supaya kembali lagi ke mereka,” ujarnya.
Sorotan terhadap kehadiran sampah sachet plastik di daerah Gresik Ini juga datang dari pegiat lingkungan cilik asal Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Aeshnina Azzahra Aqilani (15 tahun).
Dia mengatakan hingga kini perusahaan terus membanjiri masyarakat dengan produk-produk kemasan plastik sekali pakai yang sudah jelas-jelas akan membebani pemerintah dalam penanganan sampahnya serta mewariskan pencemaran sampah kepada generasi yang akan datang.
“Saya sering melakukan audit sampah plastik di sungai dan pantai, menemukan sebagian besar sampah yang tercecer adalah produk dan kemasan plastik sekali pakai seperti tas kresek, kemasan saset, popok, styrofoam, sedotan dan botol plastik,” ungkapnya.
Jadi, dia berharap agar produk dan kemasan plastik sekali pakai harus dikurangi dengan menegakkan aturan mewajibkan produsen bertanggung jawab atas penanganan sampah produknya dan mewajibkan perusahaan mengurangi produksi sampah plastiknya, sesuai amanat pasal 15 Undang Undang 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
“Perusahaan harus berhenti menjual produk dalam kemasan saset multilayer dan styrofoam yang tidak dapat didaur ulang, dan mengganti dengan penjualan kemasan pakai ulang dapat diisi ulang untuk produk makanan minuman dan keperluan rumah tangga di semua kawasan pendidikan, bisnis, permukiman, perkantoran dan wisata,” katanya.
Dia pun untuk kedua kalinya telah mengirimkan surat kepada Presiden RI Joko Widodo untuk lebih mendorong pemerintah dalam penanganan sampah. Sebelumnya, dia juga pernah mengirim surat kepada Presiden pada bulan Februari Tahun 2022 lalu, terkait sampah impor yang menumpuk dan tercecer serta dibakar di lingkungan sekitar pabrik daur ulang kertas dan plastik di Mojokerto, Sidoarjo, dan Gresik, yang dekat dengan rumahnya. Sayangnya, surat tersebut belum mendapat jawaban dari Jokowi hingga sekarang.(ipg)