Jumat, 22 November 2024

Soal Fenomena Remaja Sayat Tangan, Pakar Ajak Orang Tua Aware pada Self Harm

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Nyeri di jari dan tangan, dapat dicegah dengan melakukan peregangan secara berkala dan teratur. Foto : Istimewa

Buntut adanya puluhan siswi SMP di Bengkulu Utara yang menyayat tangannya sendiri menggunakan silet, Uswatun Hasanah Dosen Fakultas Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya menyebut fenomena itu berkaitan dengan self harm.

Self harm atau bentuk perilaku menyakiti diri sendiri disebabkan berbagai macam tekanan psikologis yang dialami oleh individu. Perilaku ini umumnya terjadi pada remaja yang berada pada masa transisi dimana mereka dituntut untuk mampu beradaptasi dalam berbagai situasi baru yang asing. Faktor lingkungan dan krisis identitas menjadi latar belakang atas aksi yang dilakukan para pelajar itu,” ucapnya, Jumat (17/3/2023).

Ia mengungkapkan, fenomena self harm saat ini semakin meningkat, dan menurutnya sebagian besar remaja menganggap sebuah kewajaran dan sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah atau meluapkan emosi dalam diri.

“Tentu saja penyelesaian masalah dengan menyakiti diri sendiri tidak dibenarkan dan bukan merupakan solusi yang tepat,” ucapnya.

Ia menjelaskan, self harm dilakukan remaja sebagai bentuk pelarian dan berharap agar tekanan emosinya dapat teralihkan dengan munculnya rasa sakit di fisiknya, serta agar mendapat perhatian dari orang lain.

Oleh karena itu, ia menegaskan, agar orang tua aware dengan perilaku self harm dengan mengenal gejala yang ditimbulkan.

“Hal yang perlu diperhatikan diantaranya yaitu secara verbal lebih banyak diam, tidak mampu mengungkapkan perasaan, menunjukkan perilaku sulit menjalin hubungan dengan orang lain, emosi yang berubah dengan cepat, melukai diri dengan sengaja, menyimpan benda tajam, menyembunyikan bekas luka, hingga sering melaporkan luka yang tidak disengaja,” jelasnya.

Perilaku self harm, kata Uswatun, harus diwaspadai karena dapat mengarah pada perilaku Non-suicidal Self Injury (NSSI) atau gangguan psikologis.

“Jika mendapati anak menunjukkan gejala self harm maka harus dirangkul, dengan memberikan perhatian, memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan perasaannya, berusaha untuk tidak menghakimi apa yang anak lakukan, meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan positif bersama, mencoba mencari informasi terkait perilaku self harm agar mendapatkan panduan penanganan yang tepat,” terangnya.

Lebih lanjut, ia menekankan kepada orang tua agar tidak membiarkan anak mengurung diri, yakni dengan menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan dibarengi dengan menanamkan nilai-nilai keagamaan yang cukup.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyatakan bahwa hal lain yang dapat mendukung orang tua untuk mengatasi self harm yakni lingkungan sekolah.

“Lingkungan sekolah dapat membantu menangani masalah self harm dengan membangun hubungan yang positif antara guru, staf sekolah dan murid. Guru harus memiliki kepedulian, kepekaan dan pemahaman yang baik terkait masalah kesehatan jiwa siswa,” pungkasnya.(ris/abd/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs