Jumat, 22 November 2024

Sidang Kanjuruhan Ungkap Fakta Suporter Melakukan Kekerasan ke Aparat Pengamanan 

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Agus Samijaya Penasihat Hukum terdakwa tiga polisi, Kamis (9/2/2023). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Sidang lanjutan Tragedi Kanjuruhan yang digelar Kamis (9/2/2023) di Pengadilan Negeri Surabaya terungkap fakta-fakta soal suporter melakukan tindak kekerasan ke aparat pengamanan.

Dari total 12 saksi a de charge yang meringankan tiga terdakwa anggota Polri, semuanya menyampaikan keterangan serupa. Kesaksian itu diperkuat dengan bukti video kejadian yang diputar di ruang sidang.

Ari Dwi Nanto, Komandan Pleton Tiga Kompi Satu Porong menyebut, pletonnya sempat mendapat lemparan usai pertandingan, saat berjaga di sisi selatan lapangan. Pleton yang dipimpinnya baru bergeser ke lokasi itu pada menit ke 80, dari sebelumnya bertugas di pintu 11 – 14.

“Begitu peluit bunyi, pemain Persebaya langsung lari ke loker atau ruang ganti tanpa adanya salaman dengan pemain lawan dan wasit seperti biasa. Di situ lah kami lihat banyak lemparan ke pemain-pemain itu. Kemudian suporter turun ke lapangan berusaha memprovokasi suporter lain akhirnya di sektor selatan juga terprovokasi, banyak yang turun, kita imbau agar naik lagi ke atas. Tapi, karena desakan dari atas, mereka tidak bisa kembali akhirnya turun bersamaan. Kita berusaha halau ke timur. Karena ada pintu besar dimungkinkan bisa kami dorong biar keluar dari stadion lewat itu. Ternyata pintu F itu, besar itu, tertutup,” jelas Ari Dwi.

Para suporter melakukan pelemparan berupa bekas bungkusan nasi, bungkus mie siap saji, juga botol plastik berisi air kencing.

“Kami bertahan. Cuma baunya amis dan pesing itu aja,” imbuhnya.

Dari kompi yang sama, Muhammad Samsul Danton Dua yang bertugas pengamanan di pintu 6 – 10 juga menyebut, ada teriakan-teriakan provokasi suporter.

Menang kalah pokoke gak iso moleh, aku kudu isok mlebu ndelok (menang kalah pokoknya tidak bisa pulang, aku harus bisa masuk melihat pertandingan),” kata Samsul.

Salah satu anggota Samapta Polres Malang, Eriga Angga Romadhon juga jadi sasaran amuk suporter. Truk pengangkut puluhan korban Aremania yang dikemudikannya dilempari pendukung yang kecewa hingga pecah.

“Setelah saya melewati water canon barakuda, saya lihat ada jalan saya masuk. Sempat terhenti di gerbang yang paling besar selamat datang di Stadion Kanjuruhan, terhenti oleh Aremania dilempar-lempar tapi belum pecah. Saya lewat kobaran api dua mobil terbakar ada celah saya lewat terus ke kiri. Lalu truk saya habis. Jadi mulai dari kobaran api kedua dari depan itu kaca tengah saya pecah. Dilempar paving. Mengenai suporter yang saya bawa kepalanya benjol. Saya tetap lanjut nyalakan sirine. Akhirnya mengundang massa dan dilempar lagi sampai habis kaca saya,” terangnya.

Afandi Sumantri yang juga anggota Samapta Polres Malang mengaku jadi korban pelemparan massa. Ia dilempar paving yang mengenai rahang dan tulang selangkangnya.

“Saat kejadian, kami dari anggota Dalmas pas menit pertandingan berakhir kami diperintahkan Kasat Samapta menuju depan lobi ruang ganti pemain sudah ada pelemparan. Kami diperintahkan buat formasi payung berlindung. Ketika Persebaya masuk kami diminta tetap stand by depan loker. Waktu pemain Arema masuk karena suporter semakin banyak, pak kasat minta kita bentuk formasi besar. Mereka melempar botol plastik, balok batu, terkena saya. Dua kawan saya juga kena di lengan,” jelasnya.

Yang dilakukan petugas Samapta, lanjutnya, berusaha bertahan dan memukul mundur suporter menggunakan tameng.

“Sesuai job desk Perkap Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa,” imbuhnya.

Aksi kekerasan suporter juga dialami Endro Suprapto, Daroji, dan Gesa Aditya Karya yang berjaga bersamaan di tribun 9 Stadion Kanjuruhan.

“Betul saya dapat penyerangan dari suporter menjelang menit akhir, menit 80, diawali gejolak dan dapat tendangan suporter,” kata Endro yang diiyakan dua anggota Polres Malang lainnya.

Aksi serupa juga dialami Akmal Khan Muhammad anggota Polres Trenggalek yang ditugaskan ikut pengamanan di tribun 12.

Nyanyian yel-yel mencekam juga terdengar di menit-menit akhir jelang pertandingan selesai.

“Ada suporter yang bilang di akhir-akhir. ‘Matimu di sini kamu tidak akan pulang. Kiamatmu akan selesai di sini dan kamu tidak ada bisa pulang.’ Itu cacian suporter Arema ke pemain Persebaya,” jelasnya.

Akmal yang mencoba mengimbau suporter turun dan keluar stadion usia pertandingan justru menjadi korban keroyokan suporter.

“Ada yang pro ke saya manut turun keluar stadion. Saat saya giring suporter keluar, saya terdesak dan terdorong untuk turun ke jalan keluar saya tidak tahu ada yang nendang leher saya dari belakang. Saya jatuh terus dikeroyok oknum Aremania banyak selama 1 – 2 menit. Begitu lengah saya langsung melarikan diri dan ikut diselamatkan di truk yang isinya pra korban Aremania yang sudah tersungkur,” paparnya.

Anwari, perwira pengendali (Padal) asal Polres Tulungagung bersama dengan 19 anggotanya yang berjaga di tribun 10 juga mengaku jadi korban amuk massa.

“Kami diolok-olok suporter, polisi j*** polisi j***. Saya minta (ke anggota) ‘ayo rek turun rek.’ Begitu turun banyak teman-teman saya 20 itu termasuk saya kena pukulan,” imbuhnya.

Hingga diketahui dua anggotanya yang tertinggal dan jadi korban amuk massa. Satu di antaranya meninggal dunia, satu lainnya luka patah tulang bagian kaki.

Terpisah Agus Samijaya salah satu penasihat hukum tiga terdakwa polisi menyebut sengaja menghadirkan saksi-saksi a de charge, untuk menunjukkan bahwa tindakan penembakan gas air mata polisi atas respons anarkisme suporter.

“Poinnya satu, penembakan itu terjadi setelah aparat diserang dengan berbagai cara. Mereka (aparat) itu, (menembak) dengan tujuan mengurai massa. Tindakan provokatif itu sudah dimulai saat pertandingan dan pelemparan-pelemparan ke aparat,” kata Agus dikonfirmasi usai sidang.

Sidang dilanjutkan besok, Jumat (10/2/2023) pagi, dengan sejumlah saksi sekaligus ahli a de charge.

Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 pascapertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tercatat sebanyak 135 orang meninggal dunia dan 583 orang lainnya cedera dalam tragedi ini.(lta/dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
35o
Kurs