Tercatat sebelas jurnalis gugur akibat tembakan tentara Israel dan lebih dari 20 lainnya terluka dalam agresi Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober.
Dilansir dari Antara, Sindikat Jurnalis Palestina (PJS) menyebutkan bahwa jurnalis yang meninggal dunia oleh militer Israel berasal dari berbagai media di sana. Sementara itu, lebih dari 20 jurnalis terluka dalam agresi Israel.
Selain itu, sekitar 20 rumah milik jurnalis terkena bombardemen, beberapa di antaranya hancur total dan hancur sebagian.
Menurut PJS, sekitar 50 kantor pusat dan kantor cabang media besar terkena gempuran. Termasuk kantor Al Jazeera, Palestine TV, AFP, Al-Aqsa, Ma’an News Agency, Sawa Agency, Shihab Agency, surat kabar al-Quds, Radio Baladna, Zaman Radio.
Selain itu juga Watanya Agency, Khabar Agency, surat kabar al-Ayyam, Event Media Services Company, Fadl Shanaa Foundation, Holy Quran Radio, Shams News Agency, dan kantor APA.
Gangguan listrik dan internet yang masih terjadi di Jalur Gaza telah membatasi kemampuan jurnalis untuk terus melakukan peliputan agresi Israel, kata PJS.
Dalam pernyataannya, PJS juga menyinggung pelanggaran di Tepi Barat dan Yerusalem dengan mengatakan bahwa banyak jurnalis yang dipukul, ditangkap dan dilarang meliput.
Terjadi pula penembakan terhadap para jurnalis. Kasus terakhir menimpa Yazan Hamayel dan Wahhaj Bani Mufleh di Kota Beita, selatan Nablus.
Empat jurnalis juga ditangkap setelah rumah mereka diserbu pasukan Israel. Mereka adalah Abdel Nasser Lahham, Sabri Jabr, Moath Amarneh dan Mustafa al-Khawaja,
Selain itu, ada 22 kasus penangkapan dan larangan meliput, sepuluh kasus pemukulan dan tujuh kasus penyitaan dan perusakan peralatan, selain gangguan siaran dan peretasan terhadap Channel Four.
“Al-Aqsa TV juga dipaksa menghentikan siaran di satelit Eutelsat,” kata keterangan dari PJS.
Banyak jurnalis yang diancam dan dihasut di akun-akun media sosial Israel, seperti yang dialami jurnalis Muthanna al-Najjar dari Gaza dan Mohammad Turkman dari Tepi Barat. (ant/mel/saf/ham)