Jumat, 22 November 2024

Satpol PP Surabaya: Pendekatan Humanis untuk Menjaga Kota Surabaya

Laporan oleh M. Hamim Arifin
Bagikan
Irna Pawanti Kepala Bidang Pengendalian Ketentraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Kota Surabaya bersama ratusan anggota Satpol PP dalam apel pengamanan Parade Surabaya Juang 2023, Sabtu (4/11/2023). Foto: Diskominfo Surabaya.

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Surabaya terus memperkuat peranannya dalam memelihara ketertiban, keamanan, serta menegakkan peraturan di wilayah Kota Pahlawan.

Dalam menjalankan tugasnya, Satpol PP Surabaya tidak hanya berfokus pada penindakan, namun berperan aktif dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait aturan yang berlaku. Seperti saat menertibkan pedagang kaki lima (PKL) tanpa izin, Satpol PP akan memberikan peringatan satu, dua, tiga, dan seterusnya.

Hal ini dilakukan agar tugas menjaga kota bisa dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat sebagai mitra. Selain itu, agar Satpol PP berlaku lebih humanis seperti tuntutan masyarakat selama ini.

“Satpol PP bukan melarang PKL berusaha. Yang kita halau adalah yang berjualan dan melakukan usaha di tempat yang jadi fasilitas umum, milik warga bersama,” kata M. Fikser Kepala Satpol PP Kota Surabaya dalam diskusi Semangi Suroboyo “Aksi Tangguh Menjaga Kota Surabaya” Radio Suara Surabaya FM 100, Jumat (1/12/2023).

Fikser menambahkan, Satpol PP tidak hanya menertibkan tentang PKL, tapi juga ada tugas-tugas lainnya yang berpusat pada penegakan peraturan daerah (perda).

Seperti penyegelan dan pembongkaran bangunan milik pemerintah kota (pemkot) yang dikuasai oleh pihak lain dengan waktu lama dan tidak ada hubungan hukum di antara keduanya.

Selain itu, menurunkan reklame atau tower yang bermasalah, seperti izin. Bahkan memutus atau memotong kabel-kabel tak berizin yang mengganggu masyarakat.

“Jadi sebenarnya Satpol PP adalah pintu terakhir dari semua proses,” tambah Fikser.

M. Fikser Kepala Satpol PP Kota Surabaya, Dwi Hargianto Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Satpol PP Kota Surabaya, Irna Pawanti Kepala Bidang Pengendalian Ketentraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Kota Surabaya, dan Yudhistira Kepala Bidang Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah dalam diskusi Semangi Suroboyo “Aksi Tangguh Menjaga Kota Surabaya” Radio Suara Surabaya FM 100, Jumat (1/12/2023). Foto: Chan/magang suarasurabaya.net

Fikser menjelaskan, dalam menjalankan tugas penegakan perda, Satpol PP melakukan proses panjang. Ada proses pemberian peringatan satu, dua, dan tiga pada PKL, bangunan, atau rekreasi hiburan umum (RHU) yang melanggar.

Komunikasinya pun sering kali menggunakan pendekatan budaya. Seperti menggunakan bahasa tertentu jika pelanggar merupakan pendatang atau dari luar Surabaya.

Jika masih diabaikan, pelanggar akan dipanggil untuk sosialisasi lebih intens tentang pelanggarannya serta opsi-opsi yang bisa dipilih. Lalu tahapan terakhir adalah penindakan.

“Jadi tidak serta-merta. Karena ada risiko hukumnya,” kata Fikser.

Pendekatan yang Lebih Humanis

Dalam diskusi 90 menit tersebut, beberapa pendengar juga ikut bergabung. Dua di antaranya adalah Khairul dan Dany. Keduanya menyoroti kasus anggota Satpol PP yang mengalami pengeroyokan oleh buruh yang melintas di A. Yani Surabaya untuk demo kenaikan UMK ke Kantor Gubernur kemarin, Kamis (30/11/2023).

Khairul dan Dany menyayangkan kejadian tersebut sembari bertanya apakah Satpol PP akan mempertimbangkan untuk membawa alat perlengkapan perlindungan diri.

“Sebenarnya bisa dan boleh. Seperti alat kejut listrik, tapi kan tidak humanis,” jawab Irna Pawanti Kepala Bidang Pengendalian Ketentraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Kota Surabaya.

Jawaban itu merujuk pada Peraturan Walikota (Perwali) 39 Tahun 2023 tentang Penggunaan Pakaian Dinas pada Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya.

Di Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 No. 18, salah satu perlengkapan anggota Satpol PP adalah alat kejut listrik.

Meskipun saat ini penggunaan alat tersebut sedang dalam pembicaraan, tapi banyak pertimbangan yang juga menyertainya. Seperti citra yang selama ini melekat.

“Kita ingin menghilangkan branding arogan,” kata Dwi Hargianto Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Satpol PP Kota Surabaya.

Karena itu, timnya saat ini lebih sering mengedepankan musyawarah dalam melakukan penertiban. Termasuk saat akhirnya dilakukan penindakan, Satpol PP menawarkan solusi pemindahan barang atau bahkan rusunawa.

Ridwan Fauzi pendengar SS lainnya memprotes tentang adanya kesan terlambatnya aksi Satpol PP dalam penindakan PKL. Dia menyoroti penertiban dilakukan di saat suatu wilayah sudah penuh dengan PKL yang tak sesuai regulasi.

“Betul. Kami harus akui, kami selalu terlambat ketika suatu kawasan sudah penuh dengan PKL,” kata Fikser.

Oleh karenanya, saat ini pihaknya sedang melakukan mapping wilayah di semua kecamatan. Mana kawasan yang akan dikategorikan merah, kuning, dan hijau.

Dan juga mana kawasan dengan pembangunan baru yang berpotensi menjadi tempat tumbuhnya kawasan pelanggaran baru. Sehingga sekarang penyisiran juga disertai penertiban meskipun di lokasi tersebut hanya ada satu dua pelanggar.

Untuk barang yang diambil saat penindakan, Fikser mengatakan kalau hal itu diperlukan agar pelanggar mau diajak ke kantor untuk dilakukan berita acara pemeriksaan (BAP).

Misalnya, jika ada penindakan dan ada petugas yang mengambil barang tertentu dari PKL, Fikser menegaskan barang itu bukan disita.

“Itu agar dibuat BAP dan dimasukkan dalam tindak pidana ringan. Kalau selesai, boleh bawa pulang barangnya,” katanya.

Tak berhenti di sana. Setelah penertiban selesai dilakukan, Pemkot Surabaya melalui Satpol PP akan mencarikan lokasi atau tempat baru yang layak buat para PKL yang melanggar.

Seperti SWK (sentra wisata kuliner) yang ada di masing-masing kecamatan serta ke pasar-pasar yang dikelola pemkot atau PD Pasar.

“Itu tugas Satpol PP sekarang,” tutupnya. (ham/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs