Marsekal Muda TNI Agung Handoko Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI mengatakan, pihaknya masih menunggu laporan resmi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal kasus dugaan korupsi yang melibatkan dua perwira TNI aktif di lingkungan Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas).
Menurutnya, laporan resmi dari aparat penegak hukum yang disampaikan kepada polisi militer dibutuhkan sebagai dasar untuk memulai proses penyidikan.
“Puspom TNI belum bisa memulai proses penyidikan karena belum ada laporan ke polisi. Belum bisa menetapkan dua orang Anggota TNI menjadi tersangka,” ujarnya di Jakarta, Jumat (28/7/2023).
Dia menjamin Puspom TNI akan segera menindaklanjuti proses hukum anggotanya sesudah menerima laporan resmi.
Marsda Agung juga menegaskan komitmen Laksamana TNI Yudo Margono Panglima TNI untuk memproses hukum Anggota TNI yang terindikasi melanggar hukum.
“Laporan polisi dari mereka yang nangkap, secara resmi lapor ke kami. Pak, saya nangkap Anggota TNI, ada dugaan tindak pidana korupsi, ini bukti-buktinya. Sudah, kami tindak lanjuti pasti itu. Laporan polisi itu untuk kunci saya untuk masuk suatu ruangan, saya perlu kunci, kuncinya itu laporan polisi. Nah, begitu saya bisa masuk ruangan, saya lakukan proses hukum di situ. Mau nahan, mau geledah. Kuncinya saja, saya belum dikasih,” paparnya.
Seperti diketahui, Rabu (26/7/2023), KPK menetapkan Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi Kepala Basarnas sebagai tersangka tindak pidana korupsi.
Kepala Basarnas periode 2021-2023 itu terindikasi menerima aliran uang suap Rp88,3 miliar dari sejumlah vendor proyek pengadaan alat deteksi korban reruntuhan.
Selain Henri, KPK juga menetapkan Letkol TNI Afri Budi Cahyanto Koordinator Administrasi Kepala Basarnas sebagai tersangka penerima suap.
Karena berstatus militer, Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto diserahkan kepada Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Nantinya, proses pengusutan kasus dugaan korupsi itu ditangani Tim Gabungan Puspom TNI dan Penyidik KPK.(rid/wld/iss)