Saat ini marak kendaraan tanpa plat nomor yang berkeliaran di jalanan. Diduga untuk menghindari e-tilang banyak masyarakat yang melepas pelat nomornya, seperti yang diungkapkan oleh Kombes Pol Komarudin Dirlantas Polda Jatim.
Menanggapi fenomena ini, Kombes Pol Komarudin Dirlantas Polda Jatim mengatakan ini merupakan salah satu fenomena sosial yang harus ditindak secara tegas, karena seharusnya hukum itu harus ditegakkan dan undang-undang lalu lintas juga sudah diganti berkali-kali.
“Inilah yang mungkin salah satu fenomena sosial ya artinya bahwa, kalau bicara masalah penegakan hukum ya logikanya hukum itu memang harus ditegakkan namun faktanya sendiri, Undang-Undang lalu lintas ini sudah berganti berapa kali, mulai dari Undang-Undang Nomor 9, Undang-Undang Nomor 14, sekarang Undang-Undang Nomor 22, sanksi hukumnya pun sama sanksi hukumnya, kalo gak pakai helm pasti kena tilang namun,” ujar Kombes Pol Komarudin Dirlantas Polda Jatim saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Selasa (7/11/2023).
Adapun polarisasi atau kebiasaan masyarakat yang menjadi kebiasaan tanpa disadari. Contoh saja masih banyak kasus ibu-ibu yang mengantarkan anaknya di pagi hari tanpa menggunakan helm dan berbagai kasus lainnya dengan minimnya edukasi tentang lalu lintas.
“Ada polarisasi ataupun kebiasaan di masyarakat tanpa disadari itu menjadi sebuah kebiasaan contoh, pagi-pagi kita masih sering melihat ibu-ibu yang antara anaknya sekolah yang pakai helm cuma ibunya, anaknya enggak begitu kita setop, kita tanya kenapa kok anaknya enggak dikasih helm, kan masih anak-anak pak loh memangnya anak-anak jatuhnya ke atas kan ke bawah,” ujarnya.
Pemahaman-pemahaman ini yang harus disadarkan kepada masyarakat tentang penertiban masyarakat dalam berkendara. Masyarakat sangat membutuhkan edukasi tentang lalu lintas ini, maka dari itu untuk menghindari kejadian tersebut pihak kepolisian saat ini membuat program Mahameru Lantas.
“Penegakan hukum akan kita jadikan langkah paling akhir kalau memang bener-bener membandel dan memang sangat berpotensi mengancam keselamatan pengguna jalan lain ini wajib hukumnya ditindak tanpa ragu namun di balik dari itu semua ada sebuah upaya besar yang harus kita gelorakan termasuk dasar pemikiran kami, kenapa program Mahameru ini,” ujarnya.
Program Mahameru ini pendekatannya melalui pendekatan soft approach dan lebih mengarah kepada pre-emptif. Menggunakan program Mahameru Lantas dengan simbol gunung Semeru maka program Mahameru menjadi sebuah pilihan program ini. Mahameru merupakan akronim dari kalimat mewujudkan harmoni masyarakat yang empati, responsif, dan unggul dalam lalu lintas. Dapat diketahui bahwa empati merupakan kepedulian kita dalam bersosialisasi dan bermasyarakat.
“Tentu,harapannya dengan empati kita di bidang lalu lintas kita bisa coba persempit dan meminimalisir angka kecelakaan yang terjadi,” ujar Komarudin.
Dengan jajarannya akan dibagi pola pre-emtif, preventif dan represif dengan pola 40-40-20. Pre-emptif dengan bobot sebanyak 40 persen kemudian preventive penjagaan ataupun pengelaran kekuatan 40 persen dan penegakan hukum 20 persen, dengan target kesadaran dan budaya masyarakat.
“Penindakan secara tegas masih akan tetap dilakukan, walaupun mungkin bobotnya kami kurangi,” ujarnya.
Jika ditindaklanjuti, masih banyak masyarakat yang akan patuh dengan peraturan lalu lintas jika personel dari kepolisiannya berada di lapangan. Penggelaran kekuatan personil di lapangan diharapkan bisa mengurangi tingkat pelanggaran yang ada baru.
“Jika memang masih ada satu dua yang ngeyel, ya dengan sangat permohonan maaf kami yang sebesar-besarnya, kami akan tindak tegas,” ujar Kombes Pol Komarudin.
Dalam penindakan kepolisian beberapa kendaraan tanpa pelat nomor ini banyak mengundang kecurigaan. Bukan hanya mengelabui e-tilang saja, tetapi dicurigai dengan hal-hal yang lain seperti kendaraan hasil curian peredaran kendaraan-kendaraan yang tidak bersurat.
“Perlu dicurigai, sudah mulai ada yang plat nomornya dicopot dan lain sebagainya kecurigaan kami, peredaran ataupun operasional dari kendaraan-kendaraan yang tidak bersurat, kendaraan-kendaraan hasil curian, ini juga akan menjadi sasaran kami,” ujarnya.
Jika memang hal ini tidak dapat diatasi, Komarudin menegaskan bahwa adanya sanksi sosial. Dengan catatan saling menegur antar pengendara untuk tingkat kesadaran jadi ketika melihat pengendara lain yang melanggar peraturan, maka akan saling mengingatkan.
“Kampanye itu yang akan kami kampanyekan oke jadi harapannya tujuan kami masyarakat bisa bersama-sama dengan kami kita tidak boleh karena konsepnya seperti ini kemarin saudara kita meninggal karena kecelakaan lalu lintas kemarinnya lagi teman kita meninggal karena kecelakaan lalu lintas kemarinnya lagi tetangga kita meninggal karena kecelakaan lalu lintas”.
“Tidak ada yang berani menjamin kalau nanti sore atau besok bukan giliran kita ataupun keluarga kita Sepanjang di sekitar kita masih kita biarkan ada aktivitas orang lalu lintas yang ugal-ugalan, yang tidak patuh yuk mari sama-sama dengan kami, kepolisian dan juga masyarakat kita persempit ruang gerak setiap pelanggaran, kita berikan teguran,” ujarnya.
Komarudin mengatakan bahwa konsep Mahameru berawal ataupun beranjak dari konsep Community Policing. Konsep Community Policing adalah menjadi polisi untuk diri sendiri, menjadi polisi untuk keluarga sendiri, dan menjadi polisi untuk lingkungan sendiri.
Dia juga berharap jika semua rangkaian program ini bisa diterapkan, maka semua aktivitas masyarakat akan berjalan dengan nyaman dan tertib.
“Nah, jika ini bisa kita terapkan, Insyaallah kita akan berada di tempat yang sangat-sangat nyaman, apapun aktivitas kita mau berkendara kita juga nyaman, karena orang-orang di sekelilingnya sudah tertib, mau beraktivitas yang lain juga kita merasa aman, karena tidak ada potensi gangguan karena sempitnya ruang gerak dari para pelaku kejahatan,” ujarnya. (and/iss/ipg)