Penambahan MSG (Monosodium Glutamat) atau biasa yang dikenal sebagai micin pada makanan tidak mengurangi gizi dari makanan tersebut.
“Bahkan, asam amino glutamat yang terkandung dalam bumbu umami seperti MSG dapat membantu meningkatkan selera makan. Peningkatan selera makan ini membantu dalam pemenuhan asupan gizi yang baik,” kata dr. Maretha Primariayu, M.Gizi, Sp.GK, Dokter Spesialis Gizi RS Hermina Malang ketika menjadi pembicara dalam kegiatan workshop di Surabaya yang digelar oleh Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat Indonesia (P2MI), Selasa (23/5/2023).
Prof. Dr. Hanifah Nuryani Lioe, Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor sebagai pembicara lainnya mengatakan, MSG adalah salah satu penyedap rasa semua masakan yang merupakan garam sodium atau natrium dari asam glutamat. Natrium yang terdapat dalam MSG adalah natrium yang sama sebagaimana terdapat dalam garam dapur atau garam meja, sedangkan asam glutamat adalah asam amino yang secara alami terdapat dalam daging, ikan/seafood, sayuran seperti tomat, bawang putih, kentang dan sayuran lainnya, serta dalam rumput laut jenis konbu.
Asam glutamat lebih banyak lagi terdapat dalam makanan berprotein tinggi yang difermentasi atau yang diperam dalam waktu relatif lama seperti keju, kecap kedelai, kecap ikan, ikan peda dan sejenisnya.
Saat ini, semua orang sepertinya sudah tahu apa itu micin, dan juga pernah merasakan sedapnya
masakan yang menggunakan micin. Micin atau MSG memiliki rasa yaitu rasa umami, salah satu rasa dasar dari lima rasa dasar, empat lainnya yang sudah diketahui yaitu asam, asin, manis dan pahit. Asam glutamat pada micin dapat meningkatkan rasa gurih atau rasa lezat masakan. Rasa gurihnya seperti gurih kaldu daging, bukan gurih santan, mentega atau margarin.
Berdasarkan sejarahnya, MSG pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1908 oleh seorang professor bernama Kikunae Ikeda. Kikunae Ikeda mengekstrak dan mengkristalkan glutamat dari kaldu rumput laut konbu untuk dijadikan butiran MSG.
Banyak yang mengatakan bahwa micin dapat menyebabkan efek negatif pada kesehatan atau pemicu terjadinya kelebihan berat badan (obesitas), kanker, hingga disebut sebagai penyebab kebodohan. Padahal telah dibuktikan dalam percobaan hewan, micin ini tidak menimbulkan efek negatif tersebut, sehingga memiliki nilai acuan keamanan yang disebut ADI (acceptable daily intake atau asupan harian yang dapat diterima) “not specified” menurut JECFA komite dunia yang mengkaji risiko penggunaan bahan tambahan pangan seperti MSG di bawah Food and Drug Administration (FDA) dan World Health Organisation (WHO).
“MSG aman jika ditambahkan pada masakan. Kandungan Na di MSG lebih sedikit dibandingkan garam dapur sehingga risiko hipertensi akibat konsumsi natrium berlebih lebih tinggi pada garam dapur pada takaran yang sama. MSG mengandung 13,6% Na atau 12% Na dalam bentuk MSG monohidrat, sedangkan garam dapur 39% Na. Penggunaan MSG dalam masakan bahkan dapat menurunkan penggunaan garam dapur yang normal,” ujar Prof. Dr. Hanifah Nuryani Lioe.
Sementara itu Dody S Widodo Ketua P2MI dalam kegiatan tersebut mengatakan, masih banyak tanggapan miring beredar di masyarakat mengenai micin ini. Konsern dengan hal tersebut P2MI yang beranggotakan PT Ajinomoto Indonesia, PT Ajinex International, PT Sasa Inti, dan PT Daesang Ingredients Indonesia berinisiatif memberikan informasi yang benar mengenai amannya mengkonsumsi MSG lewat media workshop dengan menghadirkan pembicara-pembicara yang berkompeten. Bahkan kali ini juga dimeriahkan dengan demo masak oleh Chef Fajar Alam – Master Chef S.6 & Entrepreneur “Lele Crispy Indonesia.
“Kami berharap melalui acara ini, terungkap stigma negatif yang selama ini melekat pada micin adalah tidak benar. Bahkan nyatanya micin merupakan material yang juga bermanfaat,” ujarnya.
Ia menambahkan, MSG sebagai bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan dijelaskan pada Permenkes dan BPOM. Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan menjelaskan bahwa MSG dikategorikan sebagai BTP penguat rasa. Kadar penggunaan maksimum MSG dalam peraturan tersebut adalah CPPB, karena sifatnya tidak menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan (ADI tidak dinyatakan atau not specified), sehingga kadar penggunaan ditentukan oleh produsen pangan dengan batasan secukupnya atau kadar yang paling rendah yang sudah memberikan rasa yang diinginkan.(ipg)