Upaya pencegahan pernikahan dini terus dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melibatkan banyak pihak. Selain instansi terkait, ada juga media, pemerhati anak, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga Forum Anak (FA) Kota Surabaya.
Tomi Ardiyanto Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Kota Surabaya mengatakan, terbentuknya FA sejatinya merupakan bagian upaya pemenuhan hak-hak anak.
“Makanya kami ingin menjadikan Forum Anak Surabaya ini sebagai perwakilan terkait, apa yang diinginkan anak-anak di Kota Surabaya,” kata Tomi saat konferensi pers di eks Kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Kamis (26/1/2023) seperti dilansir surabaya.go.id.
Selain fokus terhadap pemenuhan hak-hak anak, Tomi juga memastikan bahwa Pemkot Surabaya concern pada isu perkawinan anak. Apalagi data Pengadilan Agama (PA) Surabaya mencatat, pada Januari 2023 ada 19 anak yang mengajukan Dispensasi Nikah (Diska).
“Data 19 itu masih pengajuan dispensasi nikah di pengadilan agama,” ungkapnya.
Tingginya pengajuan diska itu banyak faktornya, seperti misalnya ekonomi keluarga, budaya atau perjodohan orang tua hingga ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri.
“Karena itu juga harus dilakukan pembinaan dan edukasi kepada kelompok-kelompok komunitas, atau lingkungan tertentu yang masih menganggap bahwa pernikahan dini itu biasa,” tuturnya.
Tomi kembali menegaskan bahwa pemerintah tak bisa sendiri dalam upaya untuk mencegah kekerasan dan pernikahan usia dini pada anak itu. Untuk itu semua pihakm terutama FA juga dilibatkan, karena ada kedekatan sisi emosional yang bisa mereka lakukan.
Neerzara Syarifah Alfarizi (16) Ketua Forum Anak (FA) Kota Surabaya dalam kesempatan yang sama menyampaikan sejumlah harapannya, seperti pemenuhan hak dan fasilitas kepada anak-anak bisa lebih diberikan baik oleh pemerintah, orang tua maupun para guru.
“Selain itu, semoga anak-anak korban kekerasan bisa mendapatkan perlindungan yang baik, pengasuhan yang baik supaya mereka traumanya bisa hilang. Karena, trauma kekerasan itu abadi dan sulit untuk dihapus,” kata Caca sapaan akrabnya.
Ia berharap, 19 data pengajuan Diska ke Pengadilan Agama Surabaya pada 2023 ini cukup berhenti sampai di sana. “Saya harap itu stop di situ, tidak ada pertambahan lagi dan cukup sampai 19 yang mengajukan dispensasi pernikahan,” harapnya.
Di samping soal pernikahan usia dini, Caca juga meminta kepada seluruh pihak, agar concern terhadap pemenuhan hak pendidikan dan kesehatan anak. Demikian pula, yang diinginkannya adalah tidak adanya lagi anak putus sekolah di Kota Pahlawan.
“Harapan saya, anak yang memerlukan perlindungan khusus juga dilibatkan dalam setiap kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Pemerintah Kota Surabaya, termasuk anak yang berkebutuhan khusus,” terangnya.
Caca menambahkan, selama ini berbagai upaya yang telah dilakukan Pemkot Surabaya terhadap pemenuhan hak-hak anak di Kota Pahlawan dinilainya sudah cukup. Namun demikian, kata dia, upaya tersebut ke depannya harus lebih dikembangkan lagi.
“Sudah cukup, cuman harus dikembangkan lagi menurut saya. Seperti dalam kegiatan-kegiatan talkshow atau edukasi itu harus lebih menyasar kepada anak yang memang relate dengan kasus-kasus tersebut,” tandasnya. (bil/ipg)