Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya membatalkan rencana pembangunan Moda Raya Terpadu (MRT) dengan berbagai pertimbangan, satu di antaranya bukan solusi mengatasi kemacetan dalam kota.
Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya mengatakan, hasil evaluasi, MRT tidak bisa dibangun hanya di dalam kota. Faktor yang diperhitungkan, dari segi biaya dan minimnya penumpang.
“Kami sepakat, kami hitung kembali dengan tenaga ahli dan DPRD. Ketika kami membangun MRT, kalau membangun MRT hanya di dalam kota, selesai. Tidak akan pernah mencapai kembali modalnya. Kedua yang naik juga gak ada,” kata Eri, Senin (23/10/2023).
Eri menjelaskan, hasil kajian Kementerian Perhubungan, penyumbang kemacetan tidak hanya berasal dari Surabaya, tapi juga kabupaten tetangga yaitu dari arah Sidoarjo, Lamongan, maupun Gresik.
“Karena setelah dilakukan kajian, dihitung oleh kementerian, kemacetan Surabaya itu karena dari arah Sidoarjo, Lamongan, dan Gresik,” jelasnya.
Sehingga, jika MRT direalisasikan, harus mampu menghubungkan daerah tetangga di atas. Seperti MRT yang sudah ada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
“Sehingga yang dibangun oleh Kementerian Perhubungan, alhamdulillah kemarin kami lakukan seperti Jabodetabek, akan seperti itu,” jelasnya.
Sementara prediksi sedikitnya penumpang peminat, karena ruas jalan yang ada masih cukup menampung kendaraan warga.
“Kalau hitungannya (penumpang) lokal Surabaya saja tidak ada yang naik. Karena di Surabaya ini jumlahnya kendaraan dan warga, masih tertampung dengan ruas jalan di Kota Surabaya,” tambahnya.
Solusi lain untuk mengatasi macet, lanjut Eri, tetap akan menambah transportasi umum. Angkutan pengumpan Feeder WiraWiri dan Suroboyo Bus akan ditambah. Tujuan jangka panjang, mengalihkan pengendara kendaraan pribadi menuju transportasi publik.
“Tetap ditambah, Feeder dan Suroboyo bus. Transportasi umum lebih banyak ke Feeder biar ga ke motor,” pungkasnya. (lta/iss/ipg)