Tjokorda Bagus Pemayun Kepala Dinas Pariwisata Bali mengatakan pihaknya akan melakukan edukasi terhadap warga negara asing (WNA) atau wisatawan asing yang berada di Pulau Dewata.
Edukasi tersebut berupa pemasangan video-video edukasi di bandara, pelabuhan, serta di kawasan-kawasan strategis lainnya di Bali.
“Kami juga membentuk satgas. Satgas ini tidak hanya untuk wisatawan asing, namun juga untuk tata kelola pariwisata kebudayaan Bali. Satgas ini terdiri dari Imigrasi, Satpol PP, Kesbangpol, termasuk juga dari Kejati,” jelasnya.
Ia menambahkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Imigrasi untuk menangani wisatawan asing yang melakukan pelanggaran terkait Visa. Kalau ada pelanggaran terkait Perda atau Pergub, maka akan ditangani langsung oleh Satpol PP.
Kemudian, ia menjelaskan bahwa pembentukan Satgas ini sudah sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 5 dan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Bali Nomor 28 mengenai tata kelola kepariwisataan kebudayaan Bali.
Nantinya, Satgas yang dibentuk ini akan melakukan tindakan sesuai kasus yang terjadi di lapangan, baik wisatawan asing maupun domestik. Sehingga, Satgas tidak pandang bulu dalam menangani pelanggar.
Di samping itu, Tjok Bagus mengatakan bahwa tugas Satgas tidak akan tumpang tindih dengan tugas tim pengawas lainnya, seperti Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora) dari Imigrasi dan tim tenaga kerja asing Dinas Tenaga Kerja (Disnaker).
Tjokorda menambahkan, pihaknya juga akan melakukan evaluasi setiap 2 minggu sekali untuk meninjau kembali kasus-kasus pelanggaran yang terjadi di lapangan.
Selain membentuk tim-tim pengawasan wisatawan asing, Dinas Pariwisata Bali juga melakukan pendataan terkait usaha-usaha masyarakat dalam bidang pariwisata di Bali sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021.
“Sekarang kita mendata betul kegiatan-kegiatan usaha yang ada di masyarakat apakah sudah sesuai dengan ketentuan atau tidak. Sehingga, mudah-mudahan bisa kita lakukan dengan cepat (pendataan), karena bagaimanapun juga Bali ini sangat mendalkan sektor pariwisata,” terang Tjok Bagus kepada Radio Suara Surabaya, Senin (13/3/2023).
Selanjutnya, Tjok Bagus menyatakan tidak hanya pemerintah saja yang berperan untuk membangun keamanan di Bali. Namun, juga masyarakat desa adat yang bisa berperan aktif melaporkan kepada pihak terkait jika ada yang melanggar aturan di Bali khususnya wilayah pariwisata.
“Di Bali ada 1493 desa adat. Desa adat ini berada di bawah naungan Majelis Desa Adat Bali. Desa adat di tempat pariwisata ini sangat-sangat responsif sekali, karena ada WA Group imigrasi yang di dalamnya terdapat beberapa kepala desa adat, sehingga jika ada problem bisa langsung dihubungi,” jelasnya.
Dirinya menjelaskan bahwa saat ini sudah ada regulasi yang mengatur WNA atau wisatawan asing yang membuat onar di Bali.
“Contohnya kemarin itu sudah ada 5 wisatawan asing yang langsung dideportasi oleh Imigrasi, termasuk Polda Bali sedang gencar sidak-sidak terkait dengan jalan raya,” tambahnya.
Ia mengatakan bahwa pecalang di desa adat juga tetap bersinergi dengan pihak polisi jika ada hal-hal yang mengganggu ketertiban, karena desa adat kekuasaannya hanya di desa adat itu sendiri dan tugas-tugasnya terkait dengan keadatan.
“(Desa adat) tidak boleh melakukan tindakan di luar hukum, karena itu tugas dari Polisi. Kalau pecalang hanya melakukan pelaporan-pelaporan,” tandas Tjokorda.
Tjokorda menambahkan, sinergi pecalang desa adat dengan pihak berwajib dianggapnya cukup membantu dalam menangani wisatawan asing, karena pemerintah tidak bisa langsung merespon, tetapi harus sesuai norma.
“Kami melakukan edukasi pada wisatawan, apa yang boleh dilakukan dan tidak. Termasuk ke teman-teman pariwisata, mulai hotel dan villa. Jadi teman pariwisata bisa mengonfirmasikan kepada wisatawan apa yang harus dilakukan saat di Bali,” tutupnya.(ihz/rst)