Jumat, 22 November 2024

Pemberian Vaksin Antraks Fokus di Perbatasan Jatim-Jateng karena Jual Beli Sapi Tinggi

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Ilustrasi vaksin. Foto: Freepik

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur menitikberatkan sebaran vaksinasi Antraks pada hewan ternak di sejumlah daerah di Jatim yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah.

Pasalnya penyakit antraks terakhir dijumpai di wilayah Pacitan pada 2022 lalu. Untuk mencegah penyakit Antraks supaya tidak meluas, Pemprov Jatim melalui Disnak menggencarkan vaksinasi di daerah perbatasan.

Kata Indyah Aryani Kadis Peternakan Jatim, pihaknya sudah mendistribusikan 40 ribu dosis vaksin di sejumlah wilayah perbatasan. Kata dia intensitas jual beli sapi antara Jatim dan Jateng di wilayah perbatasan cukup tinggi.

Dikhawatirkan, intensitas jual beli yang tinggi tanpa diiringi pengawasan kesehatan dan pemberian vaksin bisa menularkan penyakit Antraks pada hewan ternak.

“Wilayah rentan sudah kita vaksinasi, jumlahnya ada 40 ribuan pada daerah-daerah berbatasan yang lalu-lintas ternaknya padat,” kata Indyah, Selasa (29/8/2023).

Sebagai informasi, timbulnya penyakit Antraks ini disebabkan oleh bakteri yang membentuk spora. Sel-sel spora itu bahkan bisa menginfeksi manusia yang memiliki aktivitas di peternakan.

Dengan gejala penyakit kulit seperti korengan dan demam, hingga membuat penderitanya meninggal dunia. Untuk itu, Disnak Jatim juga mengawasi lalu lintas ternak sebagai upaya pencegahan selain mendistribusikan vaksin.

“Pengendalian termasuk lalu-lintas ternak menjadi kewaspadaan kita. Lalu Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) kepada peternak-peternak kita, termasuk sosialisasi lewat media untuk early warning system (sistem peringatan dini) terhadap PMS (Penyakit hewan menular strategis), yang bisa berdampak secara ekonomi global,” kata dia.

Sementara itu, Edy Budi Susila Kepala Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) menyampaikan, vaksin yang digunakan untuk mencegah antraks seluruhnya dibuat oleh Pusvetma.

“Kita punya kapasitas produksi vaksin yang cukup untuk mengendalikan Antraks di Indonesia. Karena kasus Antraks ini sifatnya sporadis, masih bisa kita kendalikan,” ujarnya.

Edy menjelaskan, bakteri penyebab Antraks dapat lebih mudah menyebar pada pergantian musim hujan ke kemarau seperti saat ini. Bahkan Spora Antraks bisa hidup sampai 100 tahun dengan mengendap di tanah.

“Dalam kondisi tanah kering dan debu muncul ke permukaan memang rawan. Yang paling penting adalah bagaimana meningkatkan bio security dan disinfeksi,” tuturnya. (wld/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs