Jumat, 22 November 2024

PBNU Himbau Generasi Muda Untuk Tidak Mudah Termakan Narasi Keagamaan Keliru

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ulil Abshar Abdalla Ketua Lakpesdam PBNU dalam acara pengukuhan Duta Damai Santri dan Regenerasi Duta Damai Dunia Maya Regional Jawa Tengah di Semarang, Kamis (15/6/2023). Foto: Antara

Ulil Abshar Abdalla Ketua Lakpesdam PBNU merasa generasi muda harus mengerti cara mencegah terjadinya penyebaran narasi keagamaan yang keliru sehingga bisa mengurangi dampak dari aksi kelompok radikal di dunia maya.

Ulil menyampaikannya saat pengukuhan Duta Damai Santri dan Regenerasi Duta Damai Dunia Maya Regional Jawa Tengah di Semarang, Kamis (15/6/2023).

“Generasi muda harus paham bagaimana cara kelompok radikal melakukan aksinya dan harus tahu bagaimana mencegah terjadinya penyebaran narasi keagamaan yang keliru itu, dan mengurangi dampak dari aksi kelompok radikal di dunia maya,” beber Ulil seperti dikutip Antara, Jumat, (16/6/2023).

Maraknya narasi keagamaan yang keliru di media sosial, lanjut Ulil, bisa menjadi salah satu akar dari radikalisme berbasis agama. Menurutnya, narasi keagamaan yang salah seringkali menyebar dengan cepat dan luas di media sosial dan dapat memengaruhi pemahaman agama seseorang secara negatif.

“Peran generasi muda di dalam menghadapi narasi keberagamaan yang radikal yang paling utama adalah memahami bagaimana cara kerja kelompok ini,” ucapnya.

Ulil melanjutkan, kaum milenial tidak akan bisa menanggapi ideologi radikal jika tidak memahami cara kerja kelompok tersebut dalam menggunakan dunia maya. Kontra narasi atau narasi tandingan baru bisa dibentuk setelah mengetahui dan memahami hal tersebut.

“Narasi tandingan ini sebetulnya narasi yang tidak berangkat dari 0, karena narasi tandingan ini praktek keagamaan dan praktik dakwah yang sudah berlangsung di Indonesia selama beradab-abad,” imbuh Ulil.

Sayangnya, ujar dia, masih banyak generasi muda termasuk para santri yang menjadi pengguna media sosial yang pasif, padahal mereka memiliki ilmu agama yang memadai. Mereka memiliki ilmu Islam dari para kiai, namun memiliki beberapa kekurangan.

“Kelemahan para santri mereka kurang artikulatif, kurang banyak menulis, kurang banyak membuat dan memproduksi konten dan juga kurang canggih memahami bahasa komunikasi saat ini,” ungkapnya.

Ulil turut menjelaskan bahwa akar penyebab radikalisme berbasis agama sangat kompleks dan ada sejumlah faktor yang berkontribusi terhadap kemunculannya.

Faktor tersebut antara lain tekanan politik, solidaritas agama, budaya keagamaan masyarakat, kebijakan pemerintah, dan pendidikan.

“Faktor-faktor tersebut dapat menciptakan rasa marginalisasi, frustrasi, dan keputusasaan yang dapat menyebabkan individu menganut ideologi radikal,” terangnya.

Untuk mengatasi masalah radikalisme berbasis agama, Ulil berpendapat bahwa penting untuk mengatasi akar penyebabnya dengan mempromosikan pendidikan, toleransi, dan pemahaman. (ant/bnt/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs