Sektor pariwisata Prancis menyambut baik pelonggaran pembatasan perjalanan lintas perbatasan yang diterapkan China baru-baru ini, dengan harapan dapat memicu ekspektasi kembalinya jumlah wisatawan seperti sebelum pandemi COVID-19.
Sebelum pandemi COVID-19, lebih dari 2 juta wisatawan China mengunjungi Prancis setiap tahunnya. Mereka mewakili 8,2 persen dari total jumlah pengunjung Museum Louvre.
Pada 2019, Prancis menyambut hampir 90 juta wisatawan internasional, yang menjadikannya sebagai tujuan wisata teratas di dunia dalam hal kedatangan wisatawan.
Pada tahun yang sama, lebih dari 50 juta wisatawan mengunjungi wilayah Paris dan wisatawan China menjadi kelompok wisatawan terbesar kedua. Komite Pariwisata Regional Ile-de-France Paris menyebutkan turis China itu menghasilkan lebih dari satu miliar euro (1 euro = Rp16.254) dalam pendapatan pariwisata, dilansir Antara.
Konektivitas udara antara Prancis dan China secara bertahap meningkat sejak China mengoptimalkan respons penanganan COVID-19.
Maskapai Air France kini mengoperasikan dua penerbangan per pekan ke Shanghai dan Beijing. Tiga penerbangan langsung setiap pekan ke Hong Kong telah beroperasi sejak 9 Januari dan satu penerbangan per pekan ke Shanghai akan ditambahkan pada Februari.
Kedutaan besar Prancis di China menyatakan kapasitas pengangkutan penumpang diperkirakan meningkat pada musim panas mendatang.
Selama tiga tahun terakhir, Li Xiaotong, pengelola sebuah operator pariwisata Prancis-China yang berbasis di Paris Mandarin Voyages, mengatakan bisnisnya kembali fokus pada pada tur kota dan konten daring untuk warga China di luar negeri.
Para pencinta seni China juga ditunggu-tunggu di berbagai museum Paris. Sebelum pandemi COVID-19, Museum Louvre menjadi tujuan favorit wisatawan China di Paris. Wisatawan China mewakili 8,2 persen dari total pengunjung museum tersebut pada 2019.
Bagi Li, kembalinya wisatawan China sudah terlihat, meskipun masih terkait dengan warga China yang tinggal di negara lain, delegasi bisnis, atau reuni keluarga.
Jean-Pierre Mas, presiden Les Enterprises du Voyage, mengatakan wisatawan asal China sebagian besar disambut oleh operator yang memiliki sepsialisasi dalam menangani pelayanan warga China dan Asia di Prancis.
Les Enterprises du Voyage adalah sebuah asosiasi yang menghimpun 1.674 perusahaan anggota, mewakili 85 persen dari total pasar biro perjalanan di Prancis.
“Tentu saja, karena absennya wisatawan China, para operator tersebut mengalami apnea selama tiga tahun, yang sangat lama dan sangat sulit. Mereka (para operator itu) mendapatkan tunjangan dari dukungan negara, tetapi dukungan itu sekarang sudah tidak ada lagi; dan oleh karenanya, mereka mengandalkan kembalinya wisatawan China,” kata Jean-Pierre Mas.
Sebelum pandemi, dia menyebutkan lebih dari 2 juta wisatawan China mengunjungi Prancis setiap tahunnya.
“Jika tahun ini kita kedatangan satu juta wisatawan China, itu akan menjadi hasil yang sudah sangat, sangat bagus,” kata Jean-Pierre Mas.
Sementara itu, Caroline Paul, pendiri Talents Travel sekaligus spesialis strategi konsultasi pemasaran pariwisata untuk pasar China, mengatakan dunia perjalanan saat ini sedang mengalami “perjalanan balas dendam”.
Artinya, karena masyarakat tidak dapat melakukan perjalanan selama beberapa waktu akibat pembatasan dampak pandemi COVID-19, kini mereka merasa perlu melakukan perjalanan dengan segala cara agar tidak lagi terkekang.
“Sama halnya dengan wisatawan China,” kata Paul.
Dia menambahkan kembalinya wisatawan China akan sangat signifikan.
Bagi Paul, akan ada masa sebelum dan sesudah pandemi COVID-19 dalam hal cara wisatawan China bepergian.
“Mereka akan mulai melakukan perjalanan lagi. Perjalanan mereka akan lebih lama. Mereka akan tinggal lebih lama. Perjalanan tersebut akan menjadi perjalanan yang jauh lebih individual, jauh lebih mewah,” jelasnya.
Menurut dia, para profesional pariwisata Prancis perlu beradaptasi dengan cara-cara baru wisatawan China dalam melakukan perjalanan.(ant/ihz/rst)