Kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pada Minggu (30/4/2023) mengumumkan perpanjangan jeda kemanusiaan selama 72 jam di Sudan, guna merespons seruan internasional.
Dilansir dari Antara, gencatan senjata antara RSF dan militer Sudan dijadwalkan berakhir pada Minggu tengah malam.
“Kami mengumumkan perpanjangan gencatan senjata kemanusiaan selama 72 jam sejak Minggu tengah malam, untuk membuka koridor kemanusiaan, memfasilitasi pergerakan warga dan penduduk, serta memungkinkan mereka memenuhi kebutuhan dan mencapai wilayah aman,” kata RSF dalam pernyataannya.
Di lain pihak, tidak ada komentar dari tentara Sudan terkait pengumuman RSF tersebut.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Sudan mencatat sedikitnya 528 korban meninggal dan lebih dari 4.500 orang terluka dalam pertempuran antara dua jenderal yang bersaing, yaitu panglima militer Abdel Fattah Burhan dan komandan RSF Mohammed Hamdan Dagalo.
Ketidaksepakatan timbul dalam beberapa bulan terakhir antara tentara dan pasukan paramiliter mengenai integrasi RSF ke dalam angkatan bersenjata, yang merupakan syarat utama perjanjian transisi Sudan dengan kelompok-kelompok politik.
Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021 ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Abdalla Hamdok Perdana Menteri dan menyatakan keadaan darurat dalam sebuah langkah yang dianggap oleh kekuatan politik sebagai kudeta.
Masa transisi Sudan, yang dimulai pada Agustus 2019 setelah penggulingan Presiden Omar al-Bashir, dijadwalkan berakhir dengan pemilu pada awal 2024.
Sebelumnya, Paramiliter Sudan RSF telah menyepakati gencatan senjata selama 72 jam atas dasar kemanusiaan yang yang berlaku pada Jumat (21/4/2023) lalu waktu setempat.(ant/ihz/ipg)