Pricewaterhouse Coopers International (PwC) merilis hasil survei tentang tingkat kepuasan karyawan di Asia Pasifik. Hasilnya, sebanyak 75 persen karyawan di Indonesia mengaku bahwa mereka puas dengan pekerjaan saat ini.
Hasil survei tersebut cukup menarik. Sebab angka itu berada di atas rata-rata persentase tingkat kepuasan kerja karyawan di Asia Pasifik, yaitu 57 persen.
Hanya saja, tingkat kepuasan pekerja di Indonesia berbanding terbalik dengan kondisi di media sosial. Dalam berbagai platform, pekerja Indonesia acap kali berkeluh kesah tentang perusahan, gaji, hingga pemimpinnya.
Menyikapi hasil penelitian, Dr. Yusak Novanto, M.Psi, Psi. Dosen Program Studi Psikologi di UPH Lippo Village Tangerang menyatakan, salah satu faktor yang menentukan produktivitas atau kinerja adalah kepuasan kerja dari karyawan tersebut.
“Sekarang yang sedang nge-tren voice behavior. Jadi karyawan bisa menyuarakan atau memberi usulan bagi perusahaan,” kata Yusak dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Selasa (5/9/2023) pagi.
Ketika pekerja ini bersuara, baik itu berupa ide atau berkeluh kesah, perusahaan wajib mendengarnya. Sebab hal ini bisa masukan positif bagi perusahaan. Sedangkan jika dibiarkan menggelinding liar, apalagi sampai keluar di media sosial dan viral, ini menjadi preseden yang kurang baik.
Menurut alumnus Universitas Indonesia itu, untuk membuat pekerja menjadi loyal, maka mereka harus dibuat puas terlebih dulu. Suara mereka pun wajib didengarkan.
“Kalau (pekerja) tidak puas, mereka akan melakukan penyimpangan di tempat kerja. Misal yang lain bekerja, dia bermalas-malasan. Paling buruk bisa melakukan vandalisme atau sabotase,” sebutnya.
Lalu, untuk menciptakan suasana nyaman, perusahaan dapat menerapkan teori psikologi positif di tempat kerja. Dalam psikologi positif ini manusia dilihat dari kekuatan atau value-nya, bukan kekurangannya.
“Dengan demikian organisasinya juga menjadi positif. Ujung-ujungnya produktivitas karyawan meningkat,” ujar Yusak.
Selain itu, perusahaan bisa menyiapkan kanal atau mekanisme ketika pekerja ingin menyalurkan keluhan. “Saat ini perusahaan harus berubah, bukan lagi top-down, tapi menjadi bottom-up,” tegasnya.
Selain menciptakan atmosfer yang nyaman bagi pekerja, perusahaan harus memastikan pengembangan karier yang baik untuk karyawan. Misalnya, seorang yang sudah empat hingga lima tahun menjadi staf, bisa naik ke jenjang yang lebih tinggi.
“Ketika karyawan di usia 35, biasanya ada perubahan dalam hidup. Mereka biasanya usia segitu menghendaki karier stabil meskipun di mid-career. Kalau pengembangan karier bagus, salary meningkat,” terangnya.
Kepada para pekerja, Yusak menyampaikan petuah bijak. Bahwa, “Jangan menggigit tangan yang memberi kita makan”. Jika ada keluhan atau employee grievance, sebisa mungkin diselesaikan di dalam.
“Kalau employee grievance dipenuhi atau didengarkan, karyawan bisa memberikan voice behavior, memberikan ide atau masukan ke perusahaan,” terangnya.
Katanya, ini semua akan terjadi jika perusahaan menerapkan budaya organisasi terbuka. “Kalau organisasinya tertutup atau lebih ke birokrat, akan susah,” tutup Yusak. (saf/ham)