Kasus meninggalnya taruna Politeknik Pelayaran Surabaya usai dianiaya senior, seharusnya jadi momen evaluasi semua sekolah kedinasan. Pakar pendidikan menyebut harus ada mekanisme pembinaan senior ke junior tanpa kekerasan.
Prof Dr. Muchlas Samami Pakar Pendidikan sekaligus Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menyebut, tradisi junior hormat ke senior di sekolah kedinasan memang bagus.
Namun, dia menegaskan kalau budaya pembinaan senior ke junior dengan kekerasan harus diputus. Agar tidak terus-menerus diterapkan dan dianggap wajar.
“Soal aturan baku yang pangkat lebih rendah harus hormat, kalau yang tidak hormat diapakan. Jangan ditempeleng, perlu dicarikan formulasi membina tanpa menyakiti,” kata Muchlas, Sabtu (11/2/2023).
Menurut Guru Besar Unesa itu, anak yang disakiti oleh orang dewasa, pada punya kecenderungan menyakiti orang lain saat beranjak dewasa
“Jangan-jangan, dulu pas dia junior digitukan. Ini harus diputus, di mana mutusnya. Orang belajar itu apa yang dilihat dari apa yang dialami. Jadi, walau pun tidak ada aturannya, kalau dialami kan jadi sebuah pemahamna. Bukan perkara ada aturannya, tapi itu lah yang terjadi, yang dipersepsi itu yang dilakukan sehari-hari,” bebernya.
Untuk itu dia meminta peran kampus dan sekolah kedinasan membuat mekanisme pembinaan tanpa kekerasan. Tak hanya dijalankan, namun kebijakan itu harus dijadikan sebagai tradisi.
“Kenapa senior melakukan, karena dia mengalami dan tidak ada apa-apa, dianggap boleh. Bagaimana kita (sekolah kedinasan) buat mekanisme pembinaan senior pada junior yang tanpa kekerasan dan itu ditradisikan. Menghukum siswa itu boleh, tapi yang edukatif,” tambahnya.
Prof. Muchlas juga menilai selama ini penerapan kebijakan itu belum maksimal atau justru belum dirinci secara detail.
“Mungkin bisa saja punya, tapi penerapan belum maksimal atau mungkin juga belum punya rincian atau mungkin pengawasan yang belum maksimal. Sekolah kedinasan peru dapat perhatian. Mereka tinggal di asrama, jadi senior juniornya ketat,” pungkasnya.
Untuk diketahui, RF (19 tahun) taruna D4 Transportasi Laut Politeknik Pelayaran Surabaya ditemukan meninggal di kamar mandi kampus, pada Minggu (5/2/2023) lalu. Kemudian, AJP (19 tahun) satu tersangka senior yang menganiaya korban sudah diamankan polisi.
Sementara usai kejadian, melalui akun instagram resminya @poltekpel_sby mengunggah beberapa konten duka cita.
“Kami sangat menyesalkan peristiwa yang terjadi dan Poltekpel Surabaya mengutuk keras segala bentuk kekerasan,” bunyi sepenggal caption salah satu unggahan. (lta/bil/faz)