Jumat, 22 November 2024

Pakar Komunikasi: Butuh Regulasi Ketat Agar Pejabat Publik Hidup Sederhana

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Tangkapan layar video pengunduran diri Rafael Alun Trisambodo dari ASN Ditjen Pajak, Kamis (23/2/2023). Foto: Antara

Gatut Priyowidodo Kepala Kajian Komunikasi Universitas Kristen Petra menilai diperlukan regulasi yang lebih ketat jika ingin mendisiplinkan para ASN yang gemar pamer kekayaan. Surat edaran yang mengimbau pejabat publik untuk hidup sederhana, menurutnya, merupakan hal yang percuma.

“Perlu ada regulasi yang lebih ketat. Cara yang paling ampuh ya dengan pendekatan regulasi,” tutur Gatut dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya.

Gatut mengatakan, peraturan dari pemerintah yang sifatnya penegakan, masih ada pejabat publik yang berani melakukan pelanggaran. Sehingga, jika hanya sekadar imbauan atau surat edaran maka tidak akan mempan untuk mengubah pola hidup mereka.

Menurut dirinya, fenomena pejabat publik yang hidup mewah ini tentu mempengaruhi kredibilitas mereka di mata masyarakat.

“Ya kalau model seperti itu ya jelas, dengan harapan pejabat atau ASN itu bisa jadi teladan. Hiduplah secara wajar, patuh, normal seperti layaknya publik dengan pendapatan yang terukur. Akhir-akhir ini kan anomali, pendapatan terukur tapi gaya hidup mewah. Akhirnya publik penasaran dan punya opini juga persepsi sendiri,” katanya.

Gatut juga menambahkan, dengan kurangnya kedekatan dan keterbukaan mereka pada masyarakat akhirnya melahirkan sebuah stigma yang buruk.

“Kalau untuk menghilangkan stigma ya terlanjur agak sulit. Tapi bukan berarti dibiarkan, setidaknya harus punya komitmen kuat pada dirinya sendiri. Kalau sudah kuat di diri sendiri, bujukan untuk melanggar akan dilawan, kan kalau aturan itu masih bisa disiasati,” kata Gatut.

Jika seorang pejabat publik sudah memiliki nurani, kontrol diri itu bisa dilakukan. Karena memang sejatinya pimpinan harus menjadi teladan.

“Pimpinan kalau sudah jatuh, anak buah pasti ikut jatuh,” tandasnya.

Dilihat dari peraturan yang telah dibuat, pemerintah sudah sedari dulu menyadari bahwa pola hidup hedon para ASN itu sangat menyakiti masyarakat.

“Sejak jamannya Pak Harto, dulu itu juga sudah dimunculkan bagaimana mendorong PNS itu untuk hidup sederhana. Nah itu sudah ada Kepres No 10 Tahun 74. Terus kemudian itu belum cukup ya, muncul lagi peraturan pemerintah tentang bagaimana etis PNS hidup,” ujar Gatut saat mengudara di Suara Surabaya, Selasa (14/3/2023).

Gatut mengutarakan dari sisi perspektif teori, pola hidup hedon timbul karena banyaknya iklan-iklan dari media yang masuk ke dalam ruang privat seseorang hampir setiap hari, sehingga seringkalinya tidak dapat dibendung untuk membeli kebutuhan lain.

“kita lihat dari sisi sikap hidupnya, orang kalo sudah dipenuhi kebutuhannya dasarnya, punya dorongan memenuhi kebutuhan lain,” kata Gatut.

Dalam aspek lain, Gatut juga mengapresiasi peran kontrol media yang luar biasa dalam membantu menegakkan dan mengawasi hal tidak wajar di lingkungan hidup pejabat publik.

“Kalau mengikuti ceritanya kan, terbongkarnya (kasus Rafael Alun) kan gara-gara media,” ujarnya.

Jika media tidak menjalankan fungsi kontrolnya dengan baik, pejabat akan semakin leluasa karena tidak ada yang mengawasi.

“Media cetak, televisi, radio bahkan internet (sosial media), wajib memberikan sosial kontrol pada pejabat publik. Jika mereka melanggar aturan main yang harusnya dijalankan, ya kita selaku pemilik kekuasaan ya harus memberikan kontrol.” ungkap Gatut.(abd/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs