Jumat, 22 November 2024

Pakar Hukum: Sewakan Mobil yang Masih Kredit Bisa Dipidana

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi palu simbol kekuasaan hakim. Foto: Pixabay

Peringatan bagi kreditur yang meminjamkan, menyewakan atau merentalkan kendaraan yang masih dalam masa kredit. Sebab mengalihkan kendaraan ke pihak lain tanpa ada persetujuan dari pihak perusahaan leasing (pembiayaan), adalah pelanggaran.

Dari data kehilangan mobil yang dihimpun Radio Suara Surabaya, diantaranya adalah kendaraan yang hilang dilarikan atau digelapkan penyewa. Padahal mobil masih belum lunas, sehingga pemilik mobil atau debitur rawan diperkarakan.

Ghansam Anand Pakar Hukum Perdata Universitas Airlangga (Unair) mengingatkan menyewakan mobil agunan termasuk kejahatan fidusia. Karena merentalkan atau menyewakan mobil yang belum lunas dilarang tanpa sepengetahuan kreditur (bank/ leasing). Kecuali ada pemberitahuan pada pihak leasing atau bank.

Oleh karena, kata dia, semua pihak yang terlibat bisa dikenai hukum pidana, bukan hanya perdata saja. Termasuk pengusaha rental selaku korban penggelapan (debitur), hingga pihak pembeli barang dari pelaku.

Pemberi Fidusia (debitur) dilarang keras mengalihkan, menggadaikan bahkan menyewakan (merental) objek kredit tanpa sepengetahuan dan persetujuan kreditur. Kalau tetap dilakukan, dapat dijerat dengan sanksi pidana paling lama dua tahun penjara dan denda Rp50 juta.

“Ketentuannya ada pada Pasal 36 (Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Fidusia). Kalau misalnya disewaka,  harus ada ‘Persetujuan Tertulis’ dengan kreditur. Tentu kalau tidak dilakukan, secara hukum dapat terjerat hukum pidana,” jelas Ghansam saat mengudara dalam program Wawasan Suara Surabaya, Senin (3/4/2023).

Sementara dalam Pasal 1 ayat 2 juga disebutkan kalau hak tanggungan tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia (debitur), sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu.

“Jadi jelas, kalau semisal tunggakan, atau cidera janji maka Kreditur (pemberi hutang) berhak mengeksekusi sendiri, atau dengan mengajukan permohonan ke pengadilan,”terangnya.

Hal itu juga berlaku kepada kasus penggelapan di rental mobil. Jika dalam perentalan tidak ada persetujuan secara tertulis dengan kreditur, baik pihak pelaku maupun korban penggelapan sama-sama bisa di gugat secara hukum pidana oleh kreditur.

Oleh karena itu, Ghansam meminta agar masyarakat lebih jeli dan hati-hati. Jangan tergiur dengan harga kendaraan yang murah, jika ada tawaran.

“Sebagai konsumen yang membeli/menyewa kendaraan bermotor lebih berhati-hati. Kalau penjual tidak bisa menunjukan bukti kepemilikan seperti STNK, BPKB dan lain sebagainya jangan dibeli. Meskipun harganya murah, Kita harus hati-hati, menurut hukum orang yang berhati-hati adalah orang yang beritikad baik sehingga dilindungi hukum. Sementara sebaliknya, cenderung masa bodoh, ya itu menunjukkan itikad yang salah di mata hukum,” tambahnya.

Sisi lain, tentang penarikan unit kendaraan jika terjadi tunggakan dari debitur, Dosen Hukum Unair juga menjelaskan, dalam pasal 30 UU Fidusia yang direvisi dengan putusan MK No.2 tahun 2021, kreditur bisa dan punya hak menarik objek jaminan dari debitur yang melakukan cedera janji, lewat mekanisme pengadilan terlebih dulu. Bukan langsung menarik unit.

Sehingga, jika debitur tidak membayarkan kewajiban atau menyerahkan objek piutangnya atas dasar menjadi korban penggelapan, maka pihak penerima Fidusia bisa menempuh jalur hukum pidana.

“Sayangnya, di lapangan kan belum menjalankan itu. Banyak lembaga pembiayaan yang tidak sependapat. Karena secara bisnis tidak menguntungkan, memperkarakan ke pengadilan kan butuh biaya. Jadi kalau narik kendaraan masih lewat pengajuan pengadilan, dirasa itu butuh proses lama dan biaya,” pungkasnya. (bil/rst)

 

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs