Ombudsman Jawa Timur (Jatim) selaku pengawasan pelayanan publik menerima 947 aduan dari masyarakat di sepanjang tahun 2023.
Rinciannya, 569 laporan konsultasi non laporan (KNL), 30 laporan respons cepat ombudsman (RCO), 347 laporan masyarakat (LM), dan satu Investigasi atas Prakarsa Sendiri (IAPS).
Agus Muttaqin Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jatim menyatakan, isu pelayanan pemerintahan, pertanahan, dan kepolisian selalu masuk tiga besar jumlah aduan dari masyarakat. Sebab, tiga instansi itu juga paling banyak berurusan dengan publik.
Misalnya di instansi pemerintahan, kata Agus, aduan masyarakat di instansi itu karena merasa terhambat ketika mengurus suatu dokumen.
“Contohnya orang mengurus dokumen kependudukan, orang mengurus izin berusaha di DPMPTSP itu juga kalau sampai terhambat bisa mengadu ke ombudsman. Terutama di pemda Ring 1,” ujar Agus ditemui di Surabaya, Selasa (5/12/2023).
Kemudian, terlapor terbanyak di urutan kedua merujuk ke kantor pertanahan di sejumlah daerah. Aduan ke kantor pertanahan biasanya berkiatan dengan proses permohonan dokumen agraria.
“Contohnya begini, ada kelompok warga mengadu ke ombudsman sudah sekian tahun belum mendapat sertifikat SHM, itu banyak sekali,” tutur Agus.
Selain laporan aduan layanan publik di pemda serta kantor pertanahan. Ombudsman Jatim juga banyak menerima aduan masyarakat soal layanan di kantor kepolisian.
“Misalnya begini, ada warga mengadukan si A yang juga buron dan ditetapkan DPO oleh polisi. Namun si A tidak kunjung ditangkap penyidik, kemudian dilaporkan ke ombudsman, ini ada dugaan maladministrasi, penyalahgunaan wewenang. Itu yang diadukan ke kami,” ujarnya.
Namun, Agus mengaku bahwa pihak kepolisian selama ini kooperatif saat dimintai keterangan klarifikasi terkit aduan masyarakat itu.
Antusiasme warga melapor itu menunjukkan adanya kritisme publik. Mereka makin menyadari hak-hak mendapatkan pelayanan yang baik.
“Sebaliknya, aparatur pemerintah tidak segera beradaptasi terhadap perubahan tersebut,” ujar Agus.
Sedang bagi internal ombudsman, fenomena naiknya pengaduan publik tersebut merupakan momentum untuk meningkatkan kualitas pelayanan di semua instansi.
Meski begitu, Agus menjelaskan pihak ombudsman tidak bisa memberikan sanksi mau pun hukuman kepada pihak terlapor ketika diadukan oleh publik.
“Yang penting lagi ombudsman ini tidak mencari siapa yang salah dan tidak memberikan sanksi. Sanksi itu diberikan atasan kepada anak buahnya yang dilaporkan ke ombudsman. Yang dilakukan ombudsman adalah memperbaiki sistem,” tandasnya.(wld/saf/rid)