Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi terkait batasan masa jabatan Presiden yang tertulis di Pasal 169 huruf n, dan Pasal 227 huruf i, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurut MK, permohonan itu serupa dengan putusan MK sebelumnya. Sehingga, MK tidak mengubah pendiriannya atas norma pasal-pasal tersebut.
Dengan begitu, masa jabatan presiden dan wakil presiden maksimal tetap selama dua periode atau 10 tahun dengan rincian lima tahun tiap periodenya.
Dalam persidangan yang berlangsung siang hari ini, Selasa (28/2/2023), di Gedung MK, Jakarta Pusat, Anwar Usman Ketua MK menyatakan menolak seluruh permohonan yang diajukan Herifuddin Daulay seorang guru honorer dari Riau.
Dua orang Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh menilai Herifuddin tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan.
“Dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Anwar Usman.
Sebelumnya, penggugat merasa dirugikan hak konstitusionalnya akibat berlakunya norma Pasal 7 UUD NRI 1945 yang mengatur seorang Presiden cuma boleh mendaftar dan atau terpilih maksimal dua kali masa jabatan.
Dia bilang, orang yang kompeten menjabat Presiden di Indonesia jumlahnya sedikit.
Maka dari itu, dia berpendapat pembatasan masa jabatan bisa mengakibatkan presiden berikutnya yang terpilih tidak punya kompetensi.
“Kerugian tersebut berdasarkan anggapan Pemohon bahwa orang yang kompeten untuk jabatan Presiden hanya sedikit. Sehingga, pembatasan tersebut akan mengakibatkan pemimpin yang terpilih adalah orang yang tidak berkompeten,” kata Herifuddin, Kamis (19/1/2023), dalam persidangan.(rid/ipg)