Jumat, 22 November 2024

Mikroplastik Jadi Ancaman Tidak Terlihat yang Mengancam Masa Depan

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ecological Observation and Wetland Conservation (Ecoton) bersama komunitas Ruang Tumbue menggelar diskusi dan bedah buku bertajuk “Rekam Jejak Mikroplastik” di Suara Surabaya Centre Food Traffic, Surabaya, Sabtu (28/10/2023). Foto: Feby magang suarasurabaya.net Ecoton)bersama komunitas Ruang Tumbue menggelar diskusi dan bedah buku bertajuk “Rekam Jejak Mikroplastik” di Food Traffic Suara Surabaya Centre, Sabtu (28/10/2023) sore. Foto: Feby magang suarasurabaya.net

Mikroplastik menjadi salah satu ancaman yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Hal ini disampaikan Rafika Aprilianti penulis “Rekam Jejak Mikroplastik”.

“Mikroplastik bisa masuk ke tubuh manusia melalui berbagai cara. Seperti udara yang dihirup, minuman, air yang digunakan sehari-hari, hingga makanan. Mikroplastik dapat menyerap polutan dan zat beracun, yang kemudian masuk ke dalam tubuh manusia,” terang Rafika.

Rafika hadir Dalam acara bedah buku “Rekam Jejak Mikroplastik” yang digelar di Food Traffic Suara Surabaya Centre, Sabtu (28/10/2023) sore. Diskusi ini diinisiasi oleh Ecoton menggandeng komunitas Ruang Tumbue.

Dalam acara itu, Rafika sebagai penulis menjelaskan fokus dari bukunya. Yaitu pada bagaimana mikroplastik yang berukuran kurang dari lima milimeter ini mencemari lingkungan.

Ia juga membahas dampak berbahaya mikroplastik pada tubuh manusia. Menurut alumnus Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Malang) ini, selain bisa menyerap polutan, plastik juga tersusun atas senyawa beracun, yakni BPA atau FTALAT.

Menurutnya, kedua senyawa tersebut diyakini sebagai pengganggu hormon, terutama pada wanita. “Misalnya menstruasi yang umumnya sekali dalam sebulan, ada yang dua kali. Atau bahkan tidak sama sekali. Hal ini karena diganggu oleh senyawa kimia pengganggu hormon tadi,” jelasnya.

Dia menambahkan, mikroplastik yang ada dalam tubuh bisa dirasakan usai terjadinya penumpukan. Sehingga menyebabkan penyakit serius.

“Mikroplastik yang ada terdapat dalam tubuh mengikat zat beracun yang akan menyebabkan kanker, tumor, dan sebagainya. Jadi itu salah satu pemicu meski bukan yang utama,” tambahnya.

Firly Masulatul Jannah anggota Ecoton sekaligus program zero waste city menyoroti masalah penyebaran mikroplastik di Surabaya.

Informasi dari Ekspedisi Sungai Nusantara menunjukkan bahwa sungai Brantas di Surabaya merupakan salah satu wilayah dengan tingkat kontaminasi plastik tertinggi.

“Kenapa banyak mikroplastik di Sungai Brantas? Karena di sepanjang bantaran Sungai Brantas terdapat pabrik daur ulang plastik yang menghasilkan mikroplastik. Selain itu juga mikroplastik yang dihasilkan pemukiman dan yang dihasilkan oleh pabrik kertas,” ungkap Firly.

Dia memberikan beberapa saran untuk mengurangi penyebaran mikroplastik. Seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan menghindari sampah sachet.

Ia juga menekankan pentingnya memilah sampah dan tidak membakar sampah karena pembakaran dapat menghasilkan mikroplastik.

“Kalau ketemu (sampah) organik di kompos, kalau daur ulangnya bisa dijual ke rongsokan, kemudian residunya di buang ke TPS. Karena sampah sachet adalah residu yang tidak bisa diolah,” tuturnya.

Ia juga berharap masyarakat, pemerintah, dan produsen sampah berkolaborasi dalam menjaga lingkungan yang bersih dan sehat.

“Ayo bersama-sama mewariskan lingkungan yang sehat untuk masa depan kita,” ajak Firly. (saf/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs