Sepuluh kolam ikan yang terbuat dari terpal tertata rapi di belakang Balai RT 11-12 Sutorejo Tengah, Dukuh Sutorejo, Mulyorejo, Surabaya. Bentuknya bulat dengan tinggi sekitar satu meter dan diameter dua meter. Di setiap kolam, terdapat dua ribu ikan lele.
Di antara gemericik suara air dan gejobakan ikan, tampak seorang lelaki berambut putih menaburkan pelet. Ia mengenakan kaos kerah dan celana pendek. Namanya Amir, salah satu anggota kelompok Tani Bumer Serolas.
Amir merupakan warga asli Sutorejo. Sudah dua tahun lebih ia menggeluti peternakan ikan. Sejak masih memiliki dua kolam terpal hingga kini menjadi lima kali lipatnya. Dan disertai tiga kolam tanah berukuran 12×8 dan dua sisanya 11×6.
Budidaya ikan tawar ia lakukan bersama 23 petani lainya dari Sutorejo. Setiap hari ia lakukan monitoring dengan memberi makan sehari dua kali untuk ikan remaja dan dewasa, serta tiga kali sehari untuk ikan kecil.
Ikan lele mampu berkembang baik di sini. Meskipun berada di tengah kota, petani mengakali cuaca panas dengan memberi paranet untuk atap kolam terpal. Dan menanam berbagai jenis pohon untuk mengelilingi tiga kolam tanah.
“Selain adanya pengaruh cuaca, kita juga terus pantau perkembangan kondisi air, agar tetap aman dan tidak bau,” ucapnya sembari menabur pelet pada Minggu (30/7/2023) sore.
Lele yang merupakan hewan kanibal, membuat dirinya bersama rekan sekelompok tani lebih teliti menjaga kesehatan ikan. Agar, ketika ditemukan ikan terserang cacar atau jamur air, dapat segera diantisipasi dengan dipindahkan ke tempat lain.
Ikan bertubuh panjang tanpa sisik itu, membutuhkan waktu tiga bulan untuk benar-benar siap panen. Dalam satu musim ternaknya, membutuhkan sekitar delapan sampai sembilan juta rupiah untuk modalnya. Hal tersebut, sudah termasuk pakan dan juga obat, termasuk probiotik.
“Kami biasanya total dapat setengah ton. Untuk untungnya sekitar kurang lebih 10 persen dari modal awalnya, tapi jualnya bertahap,” tuturnya.
Dalam penjualannya, kelompok tani membagi menjadi dua. Yakni, menyalurkan ke pengepul yang saat ini (dengan harga) satu kilonya dalam minimal pemborongan 100 kilo dihargai Rp18 ribu. Dan harga eceran per kilo untuk distribusi ke masyarakat sekitar, dibanderol Rp25 ribu.
“Harganya sama dengan pasar pada umumnya, tapi kebersihan ikan kami terjamin. Karena tidak ada pakan tambahan, murni hanya pelet,” tuturnya.
“Kami menyediakannya juga sudah dipotong dan kotorannya sudah dipisah. Jadi ibu-ibu tidak perlu repot. Bahkan ada juga yang sudah dibumbui, tinggal masak,” imbuhnya.
Geliat menumbuhkan ekonomi kreatif lewat perikanan di Sutorejo terus berkembang. Jauhery Ketua Badan Usaha Milik RT 11-12 (Bumer Serolas) mengatakan, setelah dua tahun dengan lika-likunya berhasil mengembangkan peternakan lele, saat ini petani mulai mencoba ternak ikan patin.
Musim ini, mereka menebar sebanyak lima ribu benih di kolam tanah. Dan sebagian juga dicoba di kolam terpal.
“Sekarang kita baru coba ikan patin. Ketahanan fisiknya lebih kuat dari lele. Tapi pertumbuhannya lebih lambat, perlu enam bulan,” jelasnya.
Jika ikan lele sudah sampai pada tahap perawatan induk untuk pembenihan. Ikan patin musim ini di Sutorejo hanya sebatas perawatan dari hasil pembelian bibit.
Ia berharap, upaya budidaya di tengah kota yang dikelola oleh kelompok tani di Sutorejo tersebut, dapat terus berkembang dengan baik dan memberikan hasil yang baik pula.
“Baru saja kami ada pelatihan juga untuk cara pembenihan yang bagus itu bagaimana, jadi agar ke depan lebih paham lagi,” ucapnya.
Sementara itu, Antiek Sugiharti Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya mendukung adanya upaya dari warga masyarakat yang memiliki inisiatif untuk mengembangkan pertanian maupun peternakan di tengah kota.
Ia juga mendorong agar para pelaku tani perkotaan dapat terus berkembang lebih lagi ke depannya, guna mendukung adanya ketahanan pangan di wilayah perkotaan.
“Jadi selain perikanan tambak, kita juga terus mengupayakan perikanan perkotaan. Sekarang pada posisinya, kita juga memanfaatkan kolam bundar untuk budidaya perikanan atau juga bisa menggunakan kolam tanah atau juga pakai bak,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengatakan bahwa semakin sempitnya lahan di perkotaan, pemanfaatan inovasi dan teknologi untuk perikanan dan pertanian kota, bisa menjadi alternatif yang bagus.
“Ini menjadi penting, kita selalu melakukan edukasi untuk ketahanan pangan, untuk menguatkan,” tuturnya. (ris/saf/ham)