Jumat, 22 November 2024

Menjaga Asa Sesama Tunanetra Belajar Braille

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Hannan Abdullah guru perempuan tunanetra saat mengajar ekskul Alquran braille di SMPLB-A YPAB Surabaya, Rabu (4/1/2023). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Hannan Abdullah, difabel tunanetra memilih mengabdikan banyak waktunya ke sesama, dengan menjadi guru di SMPLB-A YPAB Surabaya, yayasan khusus penyandang tunanetra.

Selain mengajar bahasa Inggris di jenjang SMP dan SMA yayasan, wanita berusia 25 tahun itu juga turut membagi kemampuannya sebagai penghafal Alquran ke murid-muridnya yang juga penyandang tunanetra.

Setiap Rabu, sepulang sekolah, belasan muridnya sudah siap menunggu di salah satu ruang kelas berisi alat musik gamelan, lengkap dengan meja kursi.

Mereka membaca Alquran huruf braille yang sekilas nampak seperti kertas putih polos. Mushaf (lembaran Alquran) yang di-print ulang dan disusun satu juz, full menggunakan huruf braille.

Kelas berlangsung khidmat, dengan satu murid dengan lainnya saling menyimak, mulai yang sudah jago menghafal hingga pemula.

“Yang sudah maju, menyimak teman yang masih awal. Jadi skillnya maju, pokok saling menyimak itu saling pengaruh. Dari 22 total murid SMP yang Islam tidak semuanya ikut. Yang lancar braille banget ada empat. Sisanya, itu karena punya hafalan gitu, jadi dengar murrotal,” kata Hannan, Rabu (4/1/2023).

Kondisi disabilitas yang dimiliki murid-muridnya tidak sama. Selain tunanetra, sebagian besar mereka punya keterbatasan tambahan. Hannan pun memaklumi, jika kemampuan menguasai huruf braille siswa-siswinya berbeda.

Ia terlihat sabar melatih sekaligus menyimak bacaan murid-muridnya. Sesekali diselipi gurauan kecil untuk memberi semangat kepada salah satu murid yang salah membaca.

“Intelegensi yang membedakan bisa braille atau tidak. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk belajar juga tergantung, setiap orang tidak sama,” imbuh Hannan.

Tapi Menurutnya, huruf braille sangat penting bagi penyandang disabilitas tunanetra. Karena dalam banyak hal, mereka juga harus bisa membaca.

“Jangan sampai punah braille, tidak cuma Alquran, tapi spelling juga trouble. Karena kebiasaan dengarin, apalagi pakai laptop bisa tinggal copy paste. Jadi gak tahu spelling gimana. Itu wajib braille,” jelasnya.

Dia juga menyadari kenyataan semakin dimudahkannya teknologi, juga membuat murid-muridnya memilih dengan cukup mendengarkan suara.

“(Sebagai pengajar) saya banyak-banyak memberi mereka kegiatan pembiasaan pembacaan braille lewat tugas ulangan, terus minta nulis, termasuk ekskul Alquran braille,” katanya lagi.

Ia berharap, semakin banyak lembaga yang mencetak buku braille akan memperkaya bacaan disabilitas tunanetra, terutama yang masih menempuh pendidikan.

“Koleksi kita di perpustakan juga gak nambah. Gitu aja, perlu pesan dulu, gak semua buku ada versi braille. Itu pengetikannya juga luama banget. Kalau itu ditambah kita gak akan ke buku download bajakan,” pungkasnya.

Untuk diketahui, pada 4 Januari hari ini, juga bertepatan dengan peringatan World Braille Day atau Hari Braille Sedunia. Perayaannya untuk menghormati kelahiran tokoh penemu huruf Braille, yakni Louis Braille. (lta/bil/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
35o
Kurs