Lima terdakwa Tragedi Kanjuruhan akan segera disidangkan Senin (16/1/2023) mendatang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Meski digelar terbuka, banyak batasan-batasan yang diberlakukan oleh majelis hakim. Salah satunya media dilarang menyiarkan langsung jalannya sidang.
Sunarno Edy Wibowo pakar hukum pidana menyebut, seharusnya sidang Kanjuruhan bisa disaksikan masyarakat umum karena bukan kasus asusila.
“Bahwa kalau sidang ini terbuka dan dibuka untuk umum, ya artinya harus dibuka untuk umum. Keluarga korban harusnya dia melihat. Itu untuk apa, kecuali sidang asusila tertutup baru untuk umum tidak boleh. Itu salah satu mengebiri hak asasi korban,” kata Bowo di Surabaya Sabtu (14/1/2023).
Sementara media dilarang melakukan siaran langsung, ini dinilai Bowo berbanding terbalik dengan asas keadilan untuk para korban Tragedi Kanjuruhan.
“Kalo bicara UU, tidak boleh. Harus dibuka. Itu kan berdasarkan UU bukan berdasarkan kekuasaan absolut jadi harus dibuka. Ketika hakim menyatakan sidang terbuka, dan dibuka untuk umum berarti mengkebiri keadilan. Untuk apa, kecuali kalau orang lain, ini kan korban,” paparnya lagi.
Terlebih PN Surabaya juga membatasi jumlah pengunjung, Bowo menilai bisa menimbulkan persepsi di masyarakat kalau ada rekayasa.
“Rasa keadilan tidak ada itu. Kalau gitu ada apa ini kok keluarganya tidak boleh melihat, berarti ada setting apa ini. Ini salah besar (sidang) terbuka, tidak dibuka. Ini melanggar UU. Itu hanya teknis aja bagaimana pengaturannya,” tuturnya.
Sebelumnya Suparno Humas Pengadilan Negeri Surabaya mengatakan pembatasan jumlah pengunjung dilakukan karena keterbatasan ruangan. Larangan live streaming bagi media juga kewenangan dan permintaan majelis hakim. Termasuk terdakwa yang hanya hadir secara daring.(lta/dfn/faz)