Kompol Wahyu Setyo Pranoto mantan Kabag Ops Polres Malang, terdakwa Tragedi Kanjuruhan akhirnya mengakui tidak menjalankan pola koordinasi dengan bawahannya sesuai rencana saat chaos di Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022 lalu.
Itu diakui usai Wahyu beberapa kali dicecar pertanyaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat dirinya diperiksa sebagai saksi mahkota bagi dua terdakwa polisi lain, sekaligus sebagai terdakwa hari ini, Kamis (16/2/2023).
Wahyu menyebut, meski ia sudah dibekali alat komunikasi dua buah HT. Satu tersambung dengan Kapolres selaku Ka Ops Res Pam, atasannya, satu lainnya tersambung dengan para perwira pengendali (padal).
Saat ditanya jaksa soal tugasnya berkoordinasi dengan padal, ia sempat mengelak.
Wahyu menyebut, padal yang berjaga di pintu dan tribun, bertanggung jawab hanya sampai tingkat perwira pengawas (pawas) yang berpangkat kompol, tidak sampai ke Karendal Ops, yang dijabatnya saat bertugas dalam pengamanan laga waktu itu.
Karendal Ops, lanjut Wahyu, bertugas mengoordinir pelaksanaan unsur di bawahnya, dan bertanggung jawab tugasnya pada Ka Ops, yang saat itu wewenang AKBP Ferli Hidayat eks Kapolres Malang.
“Padal, selama tidak ada kendala, mereka berusaha meminimalisir tugas mereka. Saat pertandingan kemarin, padal hanya bertanggung jawab pada pawas, berhenti di pawas,” ujarnya, menjawab pertanyaan jaksa, Kamis (16/2/2023).
Ia juga beralasan tidak ada bawahannya yang melaporkan situasi saat chaos setelah pertandingan selesai.
“Tidak ada yang melaporkan situasi atau HT-nya hang atau jaringan, gimana saya gak paham,” tambahnya.
Ia masih terus mengelak hingga dua kali pertanyaan hal serupa dari jaksa, namun dijawab dengan tugas lainnya untuk membela diri.
Sampai akhirnya Wahyu mengaku saat laga Arema FC kontra Persebaya di Stadion Kanjuruhan waktu itu, pola koordinasi dengan padal yang sudah tertuang dalam rencana pengamanan (renpam) tidak dijalankan.
“Ketika chaos terjadi berarti pola koordinasi saat renpam tidak jalan karena saya pas di depan, jadi saya fokus ke situasi (chaos di depan) itu. Karena saya rasa sudah chaos benar itu. Kita berhadapan dengan massa,” bebernya.
Soal rencana pengamanan yang seharusnya dijalankan tapi ternyata bubar, menurutnya wajar karena bergantung situasi yang terjadi di lapangan.
“Bukan bubar. Rencana pengamanan itu bisa terjadi, bisa tidak terjadi, melihat situasi,” imbuhnya.
Wahyu menyebut, saat situasi chaos, terutama massa menyerang personel, siapa pun yang bertugas tidak akan memikirkan soal koordinasi melalui alat komunikasi dengan lainnya. Yang lebih utama, menghadapi penyerangan massa.
“Saat chaos seperti itu, saya rasa semua akan fokus pada massa yang menyerang kita,” pungkasnya.(lta/abd/ipg)