Jumat, 22 November 2024

Mafia Tanah Kerja Sama dengan Oknum Pegawai BPN Palsukan 11 Akta Tanah

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
AKBP Pitter Yanottama Wadirreskrimum Polda Jatim (kiri) dan Kombes Pol Dirmanto Kabid Humas Polda Jatim waktu menyampaikan ungkap kasus pemalsuan 11 akta tanah, Senin (6/11/2023). Foto: Wildan suarasurabaya.net

Lima tersangka mafia tanah di Kota Batu diduga saling bekerjasama memalsukan 11 akta tanah dari satu orang korban. Bahkan dua di antara pelaku merupakan oknum petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.

Kasus ini diungkap oleh Subdit I Keamanan Negara (Kamneg) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur (Jatim), berdasarkan Laporan Polisi (LP) model B pada 17 Desember 2021.

AKBP Piter Yanottama Wadirreskrimum Polda Jatim menyatakan, peristiwa pidana ini terjadi sejak 2016. Ketika itu korban Supatimah dan Djoko Pornomo meminta tolong kepada Eka Wulandari tersangka satu untuk mengurus proses balik nama 11 sertifikat hal milik (SHM).

Kemudian tersangka Eka Wulandari meminta tolong kepada tersangka kedua Hendri yang merupakan suaminya. Lalu Hendri meminta tolong kepada pelaku ketiga Sulton Alamsyah.

Kata Pitter, tersangka Hendri sudah mengenal tersangka Sulton sebelumnya. Dan mengetahui kalau tersangka Sulton bisa memalsukan sejumlah dokumen.

“Tersangka 2 saudara H meminta tolong kepada tersangka 3 saudara S untuk membuatkan akta palsu dan surat pajak palsu. Tersangka H tahu kalau S sering membuat akta palsu pada saat bersama-sama bekerja di kantor notaris,” kata Pitter di Mapolda Jatim, Senin (6/11/2023).

Kemudian tersangka Eka Wulandari membawa akta-akta itu beserta kelengkapannya untuk proses balik nama 11 SHM ke Kantor Pertanahan Kota Batu yang dibantu Nanang oknum pegawai atau makelar dan Andi Lala sebagai petugas loket.

Akta yang dibuat okeh tiga tersangka sebelumnya diduga palsu karena pihak Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merasa tidak mengeluarkan akta tersebut.

“Para tersangka melakukan perbuatan tersebut karena ingin mendapatkan keuntungan materi,” katanya.

Rincian keuntungan yang didaptkan para pekalu antara lain, tersangka Eka mendapat uang dari korban sebesar Rp850 juta. Kemudian tersangka Hendri mendapat Rp50 juta dari Eka, lalu Sulthon mendapat Rp30 juta dari Hendri.

Selanjutnya tersangka Nanang mendapat uang Rp48 juta dari Eka, sedangkan Andi Lala mendapat uang Rp400 ribu.

Pihak kepolisian juga merinci sejumlah kerugian formil dari kasus pemalsuka 11 akta palsu ini. Di antaranya, dari pihak PPAT melaporkan kerugian materi biaya peralihan senilai Rp55 juta serta berpotensi dibebani pajak peralihan.

Kemudian Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Batu juga dirugikan karena sudah beralih hak, namun tidak ada pajak yang masuk.

“Besar kerugian dari pajak beralih hak diperkirakan mencapai Rp26 juta lebih. Selain itu pemilik objek tanah juga dirugikan karena mengeluarkan biaya Rp850 juta,” ucap Pitter.

Dalam kasus ini polisi menjerat para pelaku dengan pasal yang berbeda. Untuk tersangka Eka dan Hendri dijerat Pasal 264 ayat (1) dan ayat (2) KUHP dan atau Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP.

Tersangka Sulthon dikenakan Pasal 264 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP.

Sedangkan tersangka Nanang dan Andi dijerat Pasal 264 ayat (2) KUHP dan atau Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP. (wld/saf/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs